Fadli Zon: Omnibus Law Cacat Substansi dan Prosedur!

Jum'at, 09 Oktober 2020 | 20:25 WIB
Fadli Zon: Omnibus Law Cacat Substansi dan Prosedur!
Ilustrasi Fadli Zon. (Suara.com/Ema Rohima)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Politisi Partai Gerindra Fadli Zon kembali angkat bicara soal Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang tengah menuai banyak kontra.

Kali ini, Fadli Zon yang juga anggota DPR RI mengaku belum menerima naskah lengkap RUU Omnibus Law yang disahkan pada Senin (5/10/2020) lalu.

"Sampai hari ini sebagai anggota DPR RI belum terima naskah RUU Omnibus Law yang disahkan 5 Oktober 2020. Saya tanya masih diteliti dirapikan," ujarnya, Jumat (9/10/2020).

Lebih lanjut lagi, Fadli Zon kemudian menyebut bahwa UU Cipta Kerja ini bermasalah dari segi substansi maupun prosedurnya.

Baca Juga: Ribuan Pendemo Ditahan di Polda Metro, Wagub DKI: 14 Orang Reaktif Corona

"Jadi memang UU ini bermasalah, tak hanya substansi tapi juga prosedur," tandasnya seperti dikutip Suara.com.

Fadli Zon Sebut UU Ciptaker Bermasalah di Substansi dan Prosedur (Twitter/@fadlizon).
Fadli Zon Sebut UU Ciptaker Bermasalah di Substansi dan Prosedur (Twitter/@fadlizon).

Kicauan Fadli Zon lewat jejaring Twitternya tersebut mendapat berbagai respons. Salah satunya dari Politisi Partai Demokrat Jansen Sitindaon.

Senada dengan Fadli Zon, Jansen Sitindaon pun mengungkapkan keresahan yang sama. Ia menuding para anggota DPR sejatinya tidak tahu apa yang telah disahkan. Oleh sebab itu, ia menuntut adanya paripurna ulang.

"Membaca pernyataan beberapa anggota DPR RI sendiri mulai dari ketika paripurna naskah RUU-nya tidak ada, sampai sekarang yang final masih dirapikan, dll, UU ini nyata telah cacat prosedur," kata Jansen, Jumat (9/10/2020) siang.

"Karena anggota DPR yang mengesahkan saja tidak tahu apa yang dia sahkan dan putuskan. Harusnya PARIPURNA ULANG," imbuhnya.

Baca Juga: Profil UNISBA Universitas Islam Bandung

Lebih lanjut lagi, Politisi Demokrat tersebut pun mengutip Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, DPR memiliki waktu paling lama 7 hari untuk menyerahkan UU yang telah disetujui ke Presiden.

"Tapi rentang waktu 7 hari ini saya pahami bukan untuk "utak-atik" ulang isinya. Karena isinya sudah disahkan di Paripurna. Pertanyaannya, isi mana yang jadi pegangan jika di Paripurna tidak dibagi?" tanya Jansen.

Selain itu, Jansen Sitindaon pun meminta agar para pakar hukum ikut buka suara untuk berunding terkait dengan masalah ini.

Draft UU Ciptaker Belum Final

Draft Undang-Undang Cipta Kerja ternyata belum final dan masih dalam proses penyempurnaan. Padahal, draft yang pekan lalu masih berupa rancangan undang-undang atau RUU tersebut telah disahkan dalam rapat paripurna, Senin (5/10).

Anggota Badan Legislasi/Baleg DPR, Firman Soebagyo mengakui bahwa draft yang telah disahkan itu belum final.

"Artinya bahwa memang draft ini dibahas tidak sekaligus final, itu masih ada proses-proses yang memang secara tahap bertahap itu kan ada penyempurnaan. Oleh karena itu kalau ada pihak-pihak menyampaikan melalui pandangan lama pastinya akan beda dengan yang final," kata Firman dalam keterangannya pada Kamis (8/10/2020).

Lebih lanjut, kata Firman, saat ini proses perbaikan draft UU Cipta Kerja meliputi bagian redaksional, semisal salah penulisan atau typo.

"Sampai hari ini kita sedang rapikan (dibaca dengan teliti) kembali naskahnya jangan sampai ada salah typo dan sebagainya nanti hasil itu akan segera dikirim ke Presiden untuk ditandatangani jadi UU dan sudah bisa dibagikan ke masyarakat," ujarnya.

Senada, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan draft UU Ciptaker belum bisa disebarluaskan kepada khalayak lantaran draft tersebut sedang dirapikan. Indra mengatakan prosea merapikan tersebut memiliki batas waktu selama 30 hari terhitung sejak UU disahkan.

"Ini kan berdasarkan hasil yang sudah diputuskan, ini sedang dirapikan kembali. Dan nanti itu akan disampaikan ke presiden untuk dijadikan undang-undang. Setelah ditandatangani baru lah disampaikan ke publik," kata Indra.

Indra menyampaikan, proses perbaikan juga hanya sebatas redaksional dan format. Sementara mengenai substansi diakui Indra sudah selesai melalui pembicaraan tingkat I di Baleg DPR.

"Format aja. Jadi kalau untuk substansi sudah selesai di tingkat 1 dan di catatan di Bamus seperti yang saya sampaikan tadi," kata Indra.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI