Suara.com - Di tengah perdebatan tentang undang-undang sapu jagat, UU Cipta Kerja, yang baru disahkan DPR pada Senin (5/10/2020), Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Jansen Sitindaon menggulirkan wacana rapat paripurna ulang.
"Membaca pernyataan beberapa anggota DPR RI sendiri mulai dari: ketika paripurna naskah RUU-nya tidak ada, sampai sekarang yang final masih dirapikan dan lain-lain, UU ini nyata telah cacat prosedur. Karena anggota DPR yang mengesahkan saja tidak tahu apa yang dia sahkan dan putuskan," kata Jansen.
Mempertimbangkan hal tersebut, menurut Jansen, "harusnya paripurna ulang."
Melalui media sosial, Jansen menjelaskan sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011, DPR punya waktu paling lama tujuh hari untuk menyerahkan UU Cipta Kerja yang telah disetujui ke Presiden.

"Tapi rentang waktu tujuh hari ini saya pahami bukan untuk "utak-atik" ulang isinya. Karena isinya sudah disahkan di paripurna. Pertanyaannya isi mana yang jadi pegangan jika diparipurna tidak dibagi?" kata dia.
Apakah paripurna ulang bisa dilakukan? Menurut Jansen, DPR yang bisa menjawabnya.
"Jikapun tidak bisa, ini perbandingan saja: sejak dulu jaksa tak bisa ajukan PK (263 ayat 1 KUHAP). Tapi dalam praktek atas nama tafsir mewakili kepentingan umum, korban dan lain-lain mereka ajukan dan ada yang diterima MA," kata Jansen.
Wacana yang digulirkan Jansen merupakan diskusi hukum. Dia berharap para pakar hukum dan pakar legislasi ikut berpendapat.
"Pandangan saya tidak ada keadilan substantif dapat diraih tanpa hukum formil -- proses pengambilan keputusan -- yang benar," kata dia.
Baca Juga: Relawan Covid-19: Tolong, Janganlah Para Demonstran Dikumpulkan Berdesakan
Jika paripurna ulang tidak dimungkinkan terjadi, Jansen berharap proses ini menjadi catatan Mahkamah Konstitusi.