"Di Facebook percakapan lebih banyak dipicu oleh tokoh masyarakat. Isu lebih menyentuh masyarakat dan ada perubahan, awalnya tokoh partai politik, belakangan ke pemerintah," imbuhnya.
Sementara itu, Rustika mengatakan bahwa Instagram lebih netral dan tidak memihak dibandingkan kedua platform lainnya.
"Instagram berbeda lagi, banyak yang share informasi. Relatif lebih netral," tandasnya.
Dalam acara tersebut, Direktur Komunikasi Indonesia Indicator ini lebih banyak membeberkan soal fenomena yang terjadi di Twitter.
Rustika Herlambang mengatakan bahwa dalam kurun waktu tiga hari terakhir, ada 3,8 juta percakapan di Twitter yang membahas soal UU Cipta Kerja, itu sudah terhitung dengan akun robot yang jumlahnya tak seberapa.
"Di Twitter dalam 3 hari terakhir ada 3,8 juta percakapan. Pasti ditanya apa ada akun robotnya, ada 4,3 persen," ungkapnya.
Lebih dalam lagi, Rustika juga menyoroti keterlibatan gender dalam kicauan di media sosial Twitter. Ternyata, partisipasi laki-laki dan perempuan berimbang dalam pembahasan UU Cipta Kerja tersebut.
"Dari sisi gender biasanya perempuan kurang banyak merespons politik. Namun dalam kasus Omnibus Law ini perbandingannya itu hampir berimbang. Pria 53 persen, wanita 47 persen," tandasnya lanjut.
Dari para akun pemegang akun Twitter, Rustika menyebut 87 persen diantaranya adalah golongan millenial. Mereka tersebar di berbagai kota dari Sabang hingga Merauke, tetapi kebanyakan ada di Pulau Jawa.
Baca Juga: Demo Tolak Omnibus Law, 173 Sepeda Sewa Dirusak dan Dibakar Massa Aksi
"Mereka biasanya tersebar dari sabang sampai merauke. Yang terbanyak dari Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta," pungkasnya.