Perang Kata UU Cipta Kerja Meledak di Dunia Maya, Ini Kata Pengamat Medsos

Jum'at, 09 Oktober 2020 | 15:44 WIB
Perang Kata UU Cipta Kerja Meledak di Dunia Maya, Ini Kata Pengamat Medsos
Pengamat Medsos Buka Suara Soal Perang Kata UU Cipta Kerja di Dunia Maya (YouTube: Apa Kabar Indonesia TvOne).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perang kata terkait UU Cipta Kerja atau Omnibus Law merebak luas di berbagai platform media sosial, khususnya Twitter, Facebook, dan Instagram. Warganet beramai-ramai mendebatkan soal substansi UU Cipta Kerja yang menuai pro dan kontra.

Direktur Komunikasi Indonesia Idicator Rustika Herlambang dalam acara Apa Kabar Indonesia tvOne pada Jumat (9/10/2020) memaparkan tentang adanya ledakan luar biasa di media sosial usai disahkannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

"Ada 3 juta lebih percakapan di Twitter, 32.000 postingan di Facebook, dan ada 8.000 postingan di Instagram. Ini sangat fantastis," ungkapnya.

Rustika pun menuturkan bahwa sebenarnya pembahasan UU Cipta Kerja dimulai sudah sejak lama. Namun terjadi lonjakan usai UU tersebut secara resmi disahkan.

Baca Juga: Demo Tolak Omnibus Law, 173 Sepeda Sewa Dirusak dan Dibakar Massa Aksi

Menurut analisanya, lonjakan ini terjadi lantaran warganet terkejut. Sebab, mereka sudah menyusun skenario untuk tanggal 6-8 Oktober 2020 terkait UU Cipta Kerja apabila DPR dan Pemerintah mengesahkannya.

Pengamat Medsos Buka Suara Soal Perang Kata UU Cipta Kerja di Dunia Maya (YouTube: Apa Kabar Indonesia TvOne).
Pengamat Medsos Buka Suara Soal Perang Kata UU Cipta Kerja di Dunia Maya (YouTube: Apa Kabar Indonesia TvOne).

"Salah satu pemicunya adalah keterjutan warganet, tiba-tiba disahkan 5 malam. PAdahal teman2 dr netizen aktivis hampir semua mempersiapka tgl 6-8 seperti rencananya awalnya. Itu lah yang terjadi kenapa ledakan sangat besar," tukasnya seperti dikutip Suara.com.

Lebih lanjut lagi, Rustika memaparkan tentang adanya trend yang berbeda di berbagai platform media sosial. Kendati demikian, pembahasan soal UU Cipta Kerja awalnya lebih banyak di Twitter dan dilakukan oleh para aktivis dan akademisi.

Umumnya, para aktivis dan akademisi tersebut menyuarakan alasannya pro atau kontra terhadap UU Cipta Kerja.

"Awalnya isu ini masif di Twitter. Mereka bicara soal Omnibus Law, awalnya oleh aktivis dan akademisi.Mereka memberikan informasi terkait omnibus law mengapa mereka setuju dan tidak setuju. Itu alasan yang mengawali ledakan di Twitter," tandas Rustika.

Baca Juga: Buruh Australia Gelar Aksi Tolak UU Cipta Kerja

Lain halnya dengan Twitter, pada platform Facebook isu lebih banyak dibawa oleh para tokoh publik.

"Di Facebook percakapan lebih banyak dipicu oleh tokoh masyarakat. Isu lebih menyentuh masyarakat dan ada perubahan, awalnya tokoh partai politik, belakangan ke pemerintah," imbuhnya.

Sementara itu, Rustika mengatakan bahwa Instagram lebih netral dan tidak memihak dibandingkan kedua platform lainnya.

"Instagram berbeda lagi, banyak yang share informasi. Relatif lebih netral," tandasnya.

Dalam acara tersebut, Direktur Komunikasi Indonesia Indicator ini lebih banyak membeberkan soal fenomena yang terjadi di Twitter.

Rustika Herlambang mengatakan bahwa dalam kurun waktu tiga hari terakhir, ada 3,8 juta percakapan di Twitter yang membahas soal UU Cipta Kerja, itu sudah terhitung dengan akun robot yang jumlahnya tak seberapa.

"Di Twitter dalam 3 hari terakhir ada 3,8 juta percakapan. Pasti ditanya apa ada akun robotnya, ada 4,3 persen," ungkapnya.

Lebih dalam lagi, Rustika juga menyoroti keterlibatan gender dalam kicauan di media sosial Twitter. Ternyata, partisipasi laki-laki dan perempuan berimbang dalam pembahasan UU Cipta Kerja tersebut.

"Dari sisi gender biasanya perempuan kurang banyak merespons politik. Namun dalam kasus Omnibus Law ini perbandingannya itu hampir berimbang. Pria 53 persen, wanita 47 persen," tandasnya lanjut.

Dari para akun pemegang akun Twitter, Rustika menyebut 87 persen diantaranya adalah golongan millenial. Mereka tersebar di berbagai kota dari Sabang hingga Merauke, tetapi kebanyakan ada di Pulau Jawa.

"Mereka biasanya tersebar dari sabang sampai merauke. Yang terbanyak dari Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta," pungkasnya.

Lihat videonya disini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI