Selanjutnya polisi turut menciduk sejumlah jurnalis mahasiswa yang meliput peristiwa serupa.
Mereka adalah Berthy Johnry (anggota Lembaga Pers Mahasiswa Diamma Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta), Syarifah, Amalia (anggota Perslima Universitas Pendidikan Indonesia Bandung), Ajeng Putri, Dharmajati, Muhammad Ahsan (anggota Pers Mahasiswa Gema Politeknik Negeri Jakarta).
Mereka ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya bersama massa aksi lainnya. Untuk itu, AJI Jakarta dan LBH Pers menegaskan penganiayaan oleh polisi serta menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Untuk itu, AJI dan LBH Pers meminta Polri mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang sedang meliput. Selain itu, polisi diminta menindaklanjuti laporan kasus serupa yang telah dibuat sebelumnya.
"Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja; serta menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya," demikian rilis yang diterima Suara.com, Jumat (9/10).
Selain itu, AJI dan LBH Pers mengimbau para Pimpinan Redaksi untuk ikut memberikan pendampingan hukum kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan aparat sebagai bentuk pertanggungjawaban. Para jurnalis korban kekerasan juga diimbau untuk berani melaporkan kasusnya.
"Serta memperkuat solidaritas sesama jurnalis."
Terakhir, AJI dan LBH Pers mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis untuk membebaskan jurnalis dan pers mahasiswa yang ditahan.
Baca Juga: Gas Air Mata Berpotensi Percepat Penularan Virus Corona, Ini Penjelasannya