Suara.com - Aksi massa menentang disahkannya UU Omnibus Law oleh DPR pecah di berbagai daerah hingga membuat sejumlah fasilitas umum rusak karena bentrokan antara massa dan polisi.
Di Jakarta, Halte TransJakarta Sarinah terbakar, Kamis (08/10/2020), dan diduga dibakar oknum massa aksi yang unjuk rasa menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Berdasarkan pantauan Suara.com di lokasi kejadian, nampak kaca halte tersebut hampir seluruhnya pecah dan terlihat mengenaskan.
Kabel-kabel yang terpasang di halte itu terlihat putus dan meleleh karena kejadian ini. Bahkan, masih terlihat percikan api dari kabel yang terbakar itu hingga pukul 18.30 WIB.
Baca Juga: Halte TJ Hingga Ruko Terbakar di Simpang Lima Senen Jadi Tontonan Warga
Atas kejadian tersebut, wartawan senior Farid Gaban menyayangkan halte yang dibakar itu melalui akun Facebooknya.
Meski demikian, rusaknya halte bus tersebut menurutnya belum seberapa daripada kerusakan hutan dan pulau-pulau kecil di Indonesia akibat keserahan korporat.
"OMNIBUS LAW DAN KEKERASAN. Sudah banyak hutan dan pulau-pulau kecil kita rusak oleh investasi sawit dan tambang. Dan sebagian besar memicu konflik antara warga dengan pengusaha yang dilindungi negara lewat kekerasan polisi," tulis Farid Gaban, Jumat (09/10/2020).
Menurutnya, Omnibus Law bakal memperparah kerusakan semacam itu dan berpotensi besar melahirkan konflik penuh kekerasan.
Dirusaknya halte di Jakarta, tambah Farid, memang patut disayangkan. Namun yang seharusnya lebih disayangkan adalah kerusakan hutan dan tempat-tempat lainnya di tanah air.
Baca Juga: Hilang saat Liputan Demo di Jakarta, 2 Mahasiswi Bandung Ternyata Terciduk
"Sekadar contoh di Kalimantan, hutan primer sudah habis dan mendesak hidup suku Dayak," sambungnya.
Farid menambahkan, suku Dayak Kinipan banyak yang diteror dan ditangkap aparat saat berusaha mempertahankan lahan dari ekspansi investasi kebun sawit.
Lebih mencengangkan lagi, Farid mencatut nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan.
"Di Halmahera (Maluku), seluruh pulau terancam rusak akibat investasi pertambangan nikel yang disokong Luhut Panjaitan," terang Farid.
Oleh sebab itulah, Omnibus Law menurut Farid akan memicu konflik dan kekerasan yang jauh lebih brutal dari sekadar halte yang dibakar.
Untuk diketahui, menurut data yang dilansir di laman resmi Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, kebakaran hutan di Kalimantan setiap tahun pasti terjadi.
Salah satu kebakaran hutan terluas terjadi di Kalimantan Tengah tahun 2015 yang mencapai 583.833,44 Ha, serta pada tahun 2019 mencapai 317.749,00 Ha.