Suara.com - Politisi Partai Gelora Fahri Hamzah menuliskan pesan khusus kepada Menko Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Fahri meminta kepada Mahfud MD agar pemerintah bisa berkaca dari UU Cipta Kerja yang menimbulkan polemik dan penolakan dari rakyat. Ia menilai proses penyusunannya kurang melibatkan publik.
"Amarah itu tidak rasional tapi sebab lahirnya amarah sangat rasional. Memang pemerintah harus tegas tapi yang lebih penting adalah introspeksi. #UUCiptaker ini lahir dengan proses aspirasi yang minim. Pemerintah dan DPR abai dialektika," demikian keterangan tertulis dari Fahri yang dibagikan pada Jumat (9/10/2020).
Fahri menyarankan agar Menkopolhukam mengajak Presiden Joko Widodo, kabinet, dan DPR untuk bermusyawarah menemukan solusi terkait polemik tersebut.
Baca Juga: Belasan Mahasiswa dan Demonstran Jogja Memanggil Hilang, Berikut Daftarnya
"Sungguh, rugilah jika kita tidak mau mengambil pelajaran besar dari 2 RUU terakhir #RUUHIP dan #RUUOmnibusLaw," cuit Fahri.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ini lantas mengingatkan Mahfud MD bahwa mereka pernah sama-sama duduk sebagai wakil rakyat di parlemen.
"Kita pernah bersama-sama di DPR Pak @mohmahfudmd, pasti bapak tahu maksud saya. Sistem perwakilan kita yang dikendalikan oleh partai politik itu tidak sehat," kata Fahri mengakui.
"Aspirasi terlalu banyak dicampuri oleh pesanan. Dialog antara rakyat dan wakilnya terhambat. Inilah akar kebuntuan," sambung dia.
Ia menyebut jika semua partai politik yang lolos ke parlemen sama-sama tidak aspiratif dalam membahas RUU yang bersifat kontroversial.
Baca Juga: Buat Masakan untuk Pendemo Tolak Omnibus Law, Aksi Ibu-ibu Ini Tuai Pujian
"Dalam kasus RUU kontroversial, semua parpol di DPR baik yang bersorak sorai karena berhasil keluar sebagai pemenang di ujung adalah sama-sama tidak aspiratif. Sistem perwakilan kita membuat seluruh wakil rakyat seketika menjadi petugas parpol setelah mereka dilantik. Rakyat tertinggal," ujar Fahri.
Mantan Wakil Ketua DPR RI ini kembali mengingatkan agar Mahfud MD mengkaji ulang sistem perwakilan rakyat sehingga bisa lepas dari kepentingan tertentu.
Sebelumnya pada Senin (5/10/2020) DPR RI mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Proses pengesahan RUU Cipta Kerja diwarnai dengan perdebatan hingga menimbulkan ketegangan sampai Fraksi Partai Demokrat walk out dari sidang paripurna.
Keputusan ini disetujui oleh tujuh dari sembilan fraksi, mereka yang setuju antara lain PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP. Sementara dua fraksi yang menolak adalah Demokrat dan PKS.
Sementara itu, gelombang demonstrasi terjadi secara masif di sejumlah daerah di Indonesia. Protes penolakan UU Cipta Kerja itu dilakukan oleh buruh, mahasiswa, hingga anak sekolah karena menganggap ada sejumlah pasal kontroversial dalam UU Cipta Kerja yang merugikan pekerja.