Apakah Pemerintahan Jokowi Otoriter? Simak Debat Rustam dan Ulil

Siswanto Suara.Com
Jum'at, 09 Oktober 2020 | 11:28 WIB
Apakah Pemerintahan Jokowi Otoriter? Simak Debat Rustam dan Ulil
Presiden Joko Widodo [Biro Pers Istana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di tengah gaung protes terhadap pemerintah dan DPR usai mengesahkan aturan sapu jagat -- Undang-Undang Cipta Kerja -- peneliti Rustam Ibrahim dan cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla terlibat dialog mengenai apakah rezim pemerintah sekarang masuk kategori otoriter atau tidak.

Berawal dari pendapat Rustam bahwa jika rezim otoriter dijatuhkan melalui demo jalanan (people power) biasanya diikuti dengan proses transisi ke demokrasi.

Akan tetapi, kata dia, jika pemerintahan demokratis dijatuhkan melalui demo jalanan, bisa menjadi awal dari munculnya rezim otoriter. "Percayalah," kata Rustam. Rustam menekankan konteks pendapatnya ini adalah "jika."

Menurut pendapat Ulil rezim sekarang pemerintah sudah otoriter.  "Sekarang pun sudah otoriter. Apalagi yang anda harap, mas?"

Baca Juga: Harto Jawab Peristiwa Malari Cara Otoriter, Jokowi Respons Aksi 8 Oktober?

Tetapi menurut Rustam, pemerintahan Joko Widodo - M a'ruf Amin belum dapat dikategorikan otoriter jika dibandingkan dengan masa pemerintahan Presiden Soeharto. Rustam menekankan bahwa Jokowi menjadi Kepala Negara dipilih secara demokratis.

"Kita beda pendapat, Ulil. Menurut saya masih jauh dari yang disebut otoriter. Paling tidak dibanding rezim Soeharto. Jokowi bisa saja punya kebijakan ditolak kaum buruh. Tapi itu kebijakannya sebagai Presiden pilihan rakyat. Jika tidak setuju tunggu 2024, pilih Presiden yang akan batalkan UU itu," kata Rustam.

Sedangkan menurut Ulil, Presiden yang dipilih rakyat tidak menjamin dia akan demokratis dan tidak bersikap otoriter.

"Bahkan presiden yang dipilih secara demokratis menjadi fasis saja ada," kata Ulil.

"Bisa saja! Tapi demokrasi memberi ruang untuk menggantinya. Makanya jabatan presiden dibatasi, ada pilpres. Tidak setuju sikap atau kebijakannya pilih presiden yang lain. Tapi harus ada kesabaran revolusioner. Demokrasi adalah proses perubahan gradual, proses kompromi, win some lose some," jawab Rustam.

Baca Juga: Fahri ke Mahfud Soal Penunggang Demo Anarkis: Pasti Bapak Tahu Maksud Saya

Sehabis itu, Rustam menceritakan kesaksiannya tentang demonstrasi mahasiswa Universitas Indonesia pada 15 Januari 1974. Demonstrasi pada waktu itu kemudian dikenal sekarang sebagai Peristiwa Malari. Respon Presiden Soeharto terhadap Peristiwa Malari, kata Rustam, adalah respon rezim otoriter. Aparat menangkap aktivis, memenjarakannya, juga kemudian melakukan pembredelan terhadap sejumlah media massa. (baca juga: Peristiwa Malari dan Respon Rezim Soeharto)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI