Harto Jawab Peristiwa Malari Cara Otoriter, Jokowi Respons Aksi 8 Oktober?

Siswanto Suara.Com
Jum'at, 09 Oktober 2020 | 10:45 WIB
Harto Jawab Peristiwa Malari Cara Otoriter, Jokowi Respons Aksi 8 Oktober?
Pengunjuk rasa melempar sepeda ke Halte Tranjakarta HI yang dibakar massa saat aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Kawasan Bundaran HI Jakarta, Kamis (8/10/2020). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww. (ANTARA FOTO/DHEMAS REVIYANTO)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menyaksikan demo mahasiswa di Ibukota Jakarta, Kamis ((8/10/2020), melalui televisi dan terbakarnya beberapa fasilitas umum, mengingatkan pada peristiwa demonstrasi mahasiswa Universitas Indonesia pada 15 Januari 1974. Demonstrasi pada waktu itu kemudian dikenal sekarang sebagai Peristiwa Malari.

Ketika Peristiwa Malari terjadi, analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim menyaksikannya dari pinggiran Jalan Salemba Raya (kampus UI) sampai ke Kramat Raya.

Demonstrasi dipimpin Ketua Dewan Mahasiswa UI Hariman Siregar. Mereka bermaksud menuju Istana Merdeka.  Mahasiswa menentang kunjungan Perdana Menteri Jepang Tanaka karena menilai ekonomi Indonesia dikuasai Jepang.

"Dibanding demo sekarang, demo mereka sangat tertib, dalam barisan yang rapi," kata Rustam.

Di perempatan Senen, barisan mahasiswa UI tertahan. Mereka tidak bisa bergerak. Seingat Rustam, yang menghadapi demonstran kala itu bukan anggota polisi, melainkan tentara yang dilengkapi senjata.

Tiba-tiba siang harinya terjadi kebakaran Pasar Senen dan kemudian diikuti dengan muncul aksi penjarahan.

Bagaimana respon Presiden Soeharto menghadapi peristiwa itu juga diceritakan Rustam.

Rezim Orde Baru menangkap dan langsung memenjarakan Hariman Siregar dan sejumlah kaum intelektual yang dituduh sebagai aktor intelektual Malari. Di antara tokoh itu ada Sjahrir, Dorodjatun K. Jakti, Prof. Dr. Sarbini Sumawinata, A. Rachman Tolleng, Aini Chalid dan Marsillam Simanjutak.

"Kebetulan saya baru masuk LP3ES. Saya kenal Bung Rahman Tolleng, Mas Jatun, Aini Chalid kawan saya seorang mahasiswa Yogya dan Prof. Sarbini "guru ideologi" saya waktu itu. Hariman, Sjahrir, dan Aini Chalid dihukum penjara," kata Rustam.

Baca Juga: Fahri ke Mahfud Soal Penunggang Demo Anarkis: Pasti Bapak Tahu Maksud Saya

Bukan hanya itu, rezim Orde Baru juga membredel (mencabut surat izin terbit) sejumlah surat kabar yang dituduh menghasut. Antara lain harian Pedoman, Abadi, Nusantara, Harian KAMI, Abadi, ABADI, Indonesia Raya, dan Mahasiswa Indonesia edisi Jawa Barat. Yang selamat dari pembredelan Kompas dan Majalah Berita Mingguan Tempo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI