Suara.com - Tahanan Korea Utara dipaksa untuk meminum air sungai yang tercemar abu sesama narapidana yang sudah meninggal. Hukuman itu diberlakukan buat mereka dengan kejahatan menonton sinetron asing.
Realitas kehidupan yang mengerikan dalam gulag (penjara dengan sistem hukuman berupa kamp kerja paksa dan kamp-kamp transit serta penjara-penjara penahanan yang terkait) Kim Jong-un, diungkapkan oleh mantan tahanan yang selamat dari mimpi buruk yang hidup di kamp konsentrasi Chongori.
Itu adalah kamp tempat warga Korea Utara dikurung karena tindakan yang tidak berbahaya seperti menonton TV Korea Selatan atau mengikuti agama Kristen.
Seorang mantan narapidana mengenang bahwa setiap hari Senin, mereka membakar mayat. Ada tempat yang terlihat seperti rumah, dan mayat ditumpuk di tangki bundar di dalamnya.
Baca Juga: YouTuber Sunny Dahye Cicipi Makanan ala Korea Utara, Seperti Apa Rasanya?
Fasilitas itu basah kuyup oleh bau darah dan mayat yang membusuk atau terbakar. Setelah mayat-mayat itu dibakar, mereka menumpuk abu di samping tempat kremasi. Abunya digunakan sebagai kompos untuk pertanian.
"Saat hujan, abunya mengalir ke sungai, dan para tahanan meminum air sungai dan menggunakannya untuk mandi," ceritanya dilansir laman Daily Mail, Jumat (9/10/2020).
Mereka juga mengenang bagaimana saat hujan, ketika kayu menjadi basah, tubuh juga tidak terbakar. Sempat ada mantan narapidana tersandung jari kaki tanpa tubuh.
"Saya jatuh pada sesuatu. Awalnya, saya pikir saya terjebak di pohon, tetapi ketika saya melihat lebih dekat, ternyata itu adalah jari kaki. Saya mendaki gunung mengikuti abu dan ada lima jari kaki tepat di depan saya. Saya sangat terkejut," curhatnya.
Conguri memiliki angka kematian yang tinggi karena cedera, penyakit, atau penganiayaan fisik dan mental oleh petugas penjara.
Baca Juga: Korea Utara Persiapan Pamer Kekuatan di Parade Militer 75 Tahun
Pelarian, yang identitasnya telah dilindungi, mengungkapkan hal yang mengerikan dalam sebuah laporan baru yang diterbitkan oleh Komite Hak Asasi Manusia di Korea Utara (HRNK), berbasis di Washington.
Laporan itu juga mengungkapkan bahwa mayat tahanan yang mati ditumpuk di gudang sebelum kremasi, mereka akan dimakan sebagian oleh tikus dan pembusukan akan terjadi.
Selain itu, HRNK telah menggunakan citra satelit untuk mengungkap lokasi krematorium, gedung penjara, dan tempat kerja paksa.
Salah satunya adalah tambang tembaga, yang diyakini semakin mencemari air sungai yang harus diminum para narapidana.
Joseph S. Bermudez, Jr. penulis utama laporan itu, berkata pihaknya memahami jika orang-orang menderita di luar imajinasi semua.
"Kekejaman yang dilakukan di seluruh sistem penjara yang melanggar hukum di Korea Utara, membutuhkan perhatian segera dari komunitas internasional," ujarnya.
Amanda Mortwedt Oh, yang ikut menulis laporan tersebut, menambahkan bahwa kurangnya martabat manusia yang diberikan kepada para tahanan sangat menjijikkan, dan rezim Kim harus dimintai pertanggungjawaban atas tindakan tersebut.
Greg Scarlatoiu, direktur eksekutif HRNK, mengungkapkan sifat dari apa yang disebut kejahatan yang dituduhkan oleh banyak narapidana.
Kamp konsentrasi Chongori, secara resmi disebut Kyo-hwa-so (kamp pendidikan ulang) No. 12, berada di Provinsi Hamgyong Utara, di utara negara itu, kira-kira 15 mil dari perbatasan China.
Sebanyak 5.000 orang dipenjarakan di sana, dengan sekitar 60 persen dipenjara karena melintasi perbatasan secara ilegal, sementara 40 persen lainnya dihukum karena pelanggaran seperti menonton TV asing.
Narapidana digunakan sebagai tenaga budak, dengan perempuan membuat wig dan bulu mata palsu, dan memelihara ternak, sementara para lelaki dipekerjakan untuk membuat furnitur, menambang tembaga, dan memproses bijih.
Seorang mantan narapidana memperkirakan bahwa, selama delapan bulan penahanannya di Chongori, 800 rekan narapidana meninggal akibat kerja paksa dan kekurangan gizi.
Diperkirakan 120.000 orang diyakini ditahan di seluruh Korea Utara. Rezim Kim menyangkal pelanggaran hak asasi manusia di dalam kamp dan hanya mengakui fasilitas semacam itu ada pada 2014.