Suara.com - Dalam program Squawk Box di CNBC Indonesia TV, baru-baru ini, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sebenarnya pemerintah sudah tahu siapa yang berada di belakang demonstrasi menentang Undang-Undang Cipta Kerja.
Pihak yang berada di balik layar tersebut dikatakan sudah merancang aksi dengan rapi, memobilisasi massa, bahkan sebelum UU Cipta Kerja disahkan DPR pada Senin (5/10/2020).
Pernyataan politikus Partai Golkar tersebut langsung menjadi isu hangat dan memunculkan dugaan-dugaan mengenai siapa orang yang dicurigai membiayai demonstrasi.
Hal itu kemudian dijadikan bahan candaan oleh pendakwah Hilmi Firdausi.
Baca Juga: Bawa Maskot Celeng Merah, Massa Jogja Memanggil Padati Malioboro
"Tebakan saya mungkin HTI, para kadrun pro 212, KAMI, Pak Anies atau Sunda Empire? Benar nggak pak? Kalau benar kirimin saya sepedanya ya pak... Brompton aja ngga usah yang mahal-mahal," kata Hilmi.
Candaan Hilmi memancing lebih banyak komentar di media sosial yang sebagian besar menyampaikan satire.
Pandangan lebih serius disampaikan oleh analis politik dari lembaga Indo Strategi Research Arif Nurul Imam. Menurut dia sponsor demo merupakan hal yang lumrah.
"Orang yang bersimpati terhadap aksi demonstrasi tersebut tentu akan membantu apa yang bisa disupport, termasuk yang memiliki uang dengan bantuan dana. Ini biasa dalam gerakan sosial seperti aksi demontrasi," kata Arif kepada Suara.com.
Sebaliknya, menurut Arif, yang perlu dipersoalkan sejatinya apakah isu tersebut memang merupakan persoalan publik atau hanya isu kepentingan politik kelompok tertentu. "Yang penting masih dalam batas-batas tidak menabrak konstitusi."
Baca Juga: Demo UU Cipta Kerja, Anggota DPRD Kalbar Dilempar Botol Minuman dan Tanaman
UU Cipta Kerja ditentang buruh, mahasiswa, dan sejumlah elemen masyarakat karena dianggap merugikan hak mereka. Gelombang demonstrasi berlangsung di berbagai tempat dalam beberapa hari terakhir.
Menanggapi perkembangan tersebut, beberapa waktu yang lalu, pemerintah menyelenggarakan konferensi pers bersama untuk menjelaskan substansi UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR pada Senin, 5 Oktober 2020.
Airlangga menjelaskan tujuan UU Cipta Kerja sebagai upaya pemerintah memangkas birokrasi yang berbelit sehingga dapat mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih besar.
“Setiap tahunnya, ada sekitar 3 juta anak muda yang perlu pekerjaan. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini, kebutuhan atas penciptaan lapangan kerja baru sangat mendesak,” tutur Airlangga.
Menurut politikus Partai Golkar itu, UU Cipta Kerja dapat membawa Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap). “Apalagi Indonesia memiliki bonus demografi. UU Cipta Kerja dibentuk dengan mengutamakan kepentingan rakyat, yang butuh kepastian dalam bekerja”, kata Airlangga.
UU Cipta Kerja diharapkan dapat menggerakkan rakyat untuk membuka usaha sendiri, dengan memanfaatkan fasilitas yang diberikan pemerintah bagi pelaku usaha mikro dan kecil. Rakyat juga dapat membuka usaha baru dengan lebih mudah, karena perizinan bagi UMK telah dipermudah.
“UU Cipta Kerja juga mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi yang telah menyederhanakan dan memotong model perizinan yang berbelit sehingga praktik pungli atau pungutan liar dapat dihilangkan,” kata Airlangga.
Penjelasan isu yang beredar di masyarakat
Airlangga menyoroti klaster ketenagakerjaan yang banyak menjadi perbincangan di masyarakat, terutama terkait isu/hoaks yang terlalu banyak beredar sehingga menimbulkan persepsi yang salah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami tegaskan bahwa di UU Cipta Kerja, upah minimum tidak dihapuskan. Upah ditetapkan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi, sehingga upah tidak akan turun. UU Cipta Kerja bahkan mengatur upah pekerja harus lebih tinggi dari upah minimum,” Airlangga.
Dalam UU Cipta Kerja, kata Airlangga, besaran pesangon diatur sehingga pekerja mendapatkan kepastian pembayaran pesangon dan mendapat tambahan Jaminan Kehilangan Pekerjaan, yang mengatur agar pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja mendapatkan manfaat lain berupa peningkatan kompetensi (upskilling) serta akses pada kesempatan kerja yang baru.
“Terkait waktu kerja yang eksploitatif, jumlah jam kerja sama seperti UU Ketenagakerjaan. Selain itu, UU Cipta Kerja juga tidak menghapuskan hak cuti haid dan cuti melahirkan. Pekerja outsourcing tetap mendapatkan jaminan perlindungan upah dan kesejahteraan. Hak pekerja juga harus tetap dilindungi apabila terjadi pergantian perusahaan outsourcing,” kata dia.
Terkait isu tenaga kerja asing bebas masuk ke Indonesia, kata Airlangga, “dalam UU Ciptaker diatur Tenaga Kerja Asing yang dapat bekerja di Indonesia hanya untuk jabatan tertentu, waktu tertentu dan harus punya kompetensi tertentu. Kemudian, perusahaan yang memperkerjakan TKA wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing.”
Airlangga juga menegaskan UU Cipta Kerja lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, dengan memberikan berbagai macam kemudahan bagi pelaku usaha mikro dan kecil, terutama untuk mengembangkan usahanya. UU Cipta Kerja memberikan kemudahan perizinan tunggal bagi UMK melalui pendaftaran, dan memberikan insentif fiskal dan pembiayaan untuk pengembangan dan pemberdayaan UMKM.
“Pemerintah (pusat dan daerah) dan BUMN/Derah wajib mengalokasikan penyediaan tempat promosi, tempat usaha atau pengembangan UMK pada infrastruktur publik (terminal, bandara, pelabuhan, stasiun, rest area jalan tol, dan infrastruktur publik lainnya),” kata Airlangga.
Airlangga mengatakan terkait jaminan produk halal, UU Cipta Kerja menjamin percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal dengan memberikan pembatasan waktu proses penerbitan sertifikat halal, dan memperluas Lembaga Pemeriksa Halal yang dapat dilakukan juga oleh ormas islam dan perguruan tinggi negeri.
“Bahkan bagi pelaku UMK, diberikan kemudahan tambahan berupa biaya sertifikasi yang ditanggung oleh pemerintah,” kata dia.