Suara.com - Pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja, Senin (7/10) malam.
Setelahnya, sejumlah akademisi dan kaum intelekual menyatakan kekecewaan atas keputusan pemerintah tersebut.
Mereka menilai, eksekutif dan legislatif memunyai standar ganda dalam membuat perundang-undangan.
Untuk kasus UU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR mampu kebut bekerja menyusun dan mengesahkannya meski masyarakat gencar melakukan penolakan.
Namun untuk aturan seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual maupun RUU Perlindungan Pembantu Rumah Tangga, kedua lembaga negara itu hingga kekinian tak mampu menyelesaikannya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti mewakili akademisi dan kaum intelektual, membacakan sikap atas rasa keberatannya kepada pemerintah dan DPR RI.
Ia mengatakan, cepatnya pengesahan UU Ciptaker itu justru membuat mereka sempat kebingungan.
"Biasanya DPR dan pemerintah lamban dalam membuat undang-undang. Bahkan undang-undang yang jelas-jelas dibutuhkan oleh rakyat malah ditunda pembahasannya," kata Susi dalam sebuah siaran daring, Rabu (7/10/2020).
"Kenapa UU Ciptaker yang prosedur dan materi muatannya sebagaimana tadi telah disampaikan, banyak bermasalah, harus terburu-buru disahkan. Bahkan sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri-menteri yang terhormat?" tambahnya.
Baca Juga: Mahasiswa Saling Lempar Batu dengan Polisi di Gedung DPRD Bandung
Menurut Susi, sebelum akhirnya disahkan, beragam telaah ilmiah disampaikan sebagai bentuk kritik terhadap RUU Cipta Kerja. Namun kritikan itu hanya dijadikan angin berlalu oleh anggota DPR RI.