Suara.com - Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa bergabung mendesak China untuk menghormati hak asasi manusia minoritas di Uighur, dan juga mengungkapkan keprihatinan tentang situasi di Hong Kong.
"Kami menyerukan kepada China untuk menghormati hak asasi manusia, terutama hak orang-orang yang termasuk dalam agama dan etnis minoritas, terutama di Xinjiang dan Tibet," kata duta besar Jerman untuk PBB Christoph Heusgen, yang memimpin inisiatif pertemuan tentang hak asasi manusia pada Selasa (6/9/2020), disadur dari Channel News Asia.
Di antara 39 negara yang ikut deklarasi tersebut adalah Amerika Serikat, sebagian besar negara anggota Uni Eropa termasuk Albania dan Bosnia, serta Kanada, Haiti, Honduras, Jepang, Australia dan Selandia Baru.
"Kami sangat prihatin tentang situasi hak asasi manusia di Xinjiang dan perkembangan terkini di Hong Kong," kata Christoph Heusgen.
"Kami menyerukan kepada China untuk mengizinkan akses langsung, bermakna dan tanpa batas ke Xinjiang bagi pengamat independen termasuk Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia," tambahnya.
Segera setelah itu, utusan untuk Pakistan berdiri dan membacakan pernyataan yang ditandatangani oleh 55 negara, termasuk China, yang mengecam segala penggunaan situasi di Hong Kong sebagai alasan untuk campur tangan urusan dalam negeri China.
Berbicara kepada Jerman, Amerika Serikat dan Inggris, duta besar China Zhang Jun mengkritik apa yang dia sebut sebagai sikap "munafik".
Zhang Jun juga menuntut agar ketiga negara "menyingkirkan kesombongan dan prasangka Anda, dan mundur dari tepi jurang, sekarang".
Organisasi Human Rights Watch memuji fakta bahwa begitu banyak negara ikut menandatangani deklarasi tersebut "terlepas dari ancaman dan taktik intimidasi China yang terus-menerus terhadap mereka yang bersuara."
Baca Juga: Taiwan Berharap Donald Trump Cepat Sembuh Agar Bisa Terus Lawan China
Pada 2019, deklrasai serupa yang dirancang oleh Inggris hanya mendapat 23 tanda tangan dari.