Akademisi: UU Cipta Kerja untuk Siapa Kalau Rakyat Tak Didengarkan?

Rabu, 07 Oktober 2020 | 16:47 WIB
Akademisi: UU Cipta Kerja untuk Siapa Kalau Rakyat Tak Didengarkan?
Anggota DPR usai sahkan RUU Cipta Kerja, (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak/Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejumlah akademisi dari berbagai universitas menyampaikan keberatan atas disahkannya Rancangan Undang Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) oleh DPR RI dan pemerintah.

Mereka menilai DPR RI dan pemerintah tutup telinga ketika rakyat berteriak menolak pengesahan tersebut.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti pun mewakili para akademisi lainnya untuk menyampaikan pernyataan sikap.

Ia mengatakan sedari masih dirancang, sudah banyak telaah ilmiah yang dibuat sebagai kritik untuk RUU Ciptaker.

"Begitu banyak telaah ilmiah yang mengkritik kehadiran Undang Undang Cipta kerja, tapi pembuat Undang Undang bergeming," kata Susi dalam sebuah siaran daring, Rabu (7/10/2020).

Menurutnya, DPR RI dan pemerintah telah abai akan pentingnya partisipasi publik dalam pembahasan RUU Ciptaker. Padahal pelibatan partisipasi publik itu sudah tertuang dalam Pasal 96 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 juncto UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Apakah memang tidak ingin mendengar suara kami, suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan di negeri ini?" ujarnya.

"Untuk siapa sebetulnya undang-undang Cipta Kerja ini jika rakyat tidak didengarkan? Padahal undang-undang itu adalah cara rakyat untuk menentukan bagaimana cara negara diatur dan bagaimana cara negara diselenggarakan," tambah Susi.

Melihat substansi dalam RUU Ciptaker, banyak pelanggaran nilai-nilai konstitusi yang ada dalam Undang-undang Dasar 1945. Semisal, Pasal 18 Ayat 5 UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah daerah dijalankan dengan otonomi seluas-luasnya kecuali terhadap kewenangan yang ditentukan sebagai kewenangan pusat.

Namun, dalam RUU Ciptaker justru banyak yang menarik semua kewenangan kepada pemerintah pusat dengan ratusan peraturan pemerintah yang menjadi turunan undang-undang ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI