Luhut Larang Buruh Unjuk Rasa, Ahli Hukum UGM: Tolak, Jangan Dibiarkan Saja

Rabu, 07 Oktober 2020 | 14:24 WIB
Luhut Larang Buruh Unjuk Rasa, Ahli Hukum UGM: Tolak, Jangan Dibiarkan Saja
Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan (Dok. Humas Kemenko Marves)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengingatkan kepada seluruh massa aksi khususnya kaum buruh dalam menyikapi UU Cipta Kerja.

Luhut yang ditugaskan presiden untuk mengurangi angka penularan Covid-19 mengatakan kalau demonstrasi sudah pasti menimbulkan kerumunan yang meningkatkan risiko klaster baru.

Dalam acara di Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, Luhut merayu para pimpinan kaum buruh agar tidak mengerahkan massa untuk turun ke jalan.

Menurutnya, demonstrasi di tengah pandemi justru mendatangkan kerugian mulai dari ekonomi sampai kesehatan.

Baca Juga: Kecewa UU Cipta Kerja Disahkan, Melanie Subono: Waktunya Sila ke-5 Direvisi

“Dari sisi investasi rugi, apakah pemimpinnya tanggung jawab kalau buruh tak kerja gara-gara perusahaan itu bangkrut. Itu satu, pikirkan dengan jernih, tanya hatimu paling dalam,” ujar Luhut dikutip hops.id -- jaringan Suara.com, Rabu (07/10/2020).

Luhut larang kaum buruh turun ke jalan. (YouTube/Indonesia Lawyers Club)
Luhut larang kaum buruh turun ke jalan. (YouTube/Indonesia Lawyers Club)

Selain itu, Luhut mewanti-wanti bahwa pemimpin kaum buruh harus bertanggung jawab apabila demonstrasi menjadi klaster penularan Covid-19.

"Anda tanggung jawab atas klaster baru Covid. Dan kalau itu menimbulkan orang lain meninggal padahal kamu nikmatin, rumahmu hebat kau dapat hidup hebat, kan nggak adil,” imbuh Luhut.

Dalam kesempatan itu, Luhut menyebutkan sejumlah nama pemimpin buruh yang selama ini berada di barisan depan massa aksi.

Pemimpin buruh yang dimaksud seperti Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI-KSPI), Said Iqbal.

Baca Juga: PDIP Bela Puan soal Mik Mati, Jansen: Apa Perlu Rekonstruksi Ulang?

Begitu juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea.

“Saudara Iqbal dan Andi, ya sudah kita ingin jalani baik, Anda baik saya minta kita supaya menahan diri apalagi ini Covid dan musim hujan bisa membuat istri dan anak kita susah," sambung Luhut.

Lebih dari itu, Luhut berani menjamin kehidupan buruh bakal lebih baik dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja.

“Saya jamin pasti akan lebih baik bagi buruh ke depan. Karena pelatihan-pelatihan membuat mereka lebih efisien dan penjaminan-penjaminan semua akan lebih bagus dan itu berlaku universal,” katanya melalui dialog virtualnya di ILC di menit ke 23.30.

Ratusan warganet langsung mengutarakan pendapatnya di kolom komentar Indonesia Lawyers Club.

"Negara ini bagaikan rumah yang dihuni oleh orangtua kita yang sudah renta, yang anak anaknya masih dalam pengembaraan, atap-atapnya bocor lantainya kotor cat dindingnya luntur dan mengelupas. Ingat ketika anak anak pulang dari pengembaraan rumah ini akan kembali baik dan bersih dari kotoran-kotoran yang berserakan. Peristiwa peristiwa yg terjadi hari-hari sebelumnya sampai hari ini hanya bagaikan debu diatas batu yang ketika angin berhembus maka bersihlah batu tersebut. Ingat kami akan kembali," kata pemilik akun Pipit ****

"Omnibus law memang mempercepat pertumbuhan ekonomi negara,tapi mereka melupakan ekonomi bagian bawah ini, mereka hanya berfikir ekonomi negara maju tanpa memikirkan rakyatnya kesusahan di bawah," timpal akun Gilang ****

Di sisi lain, Ahli Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar mengatakan, RUU Cipta Kerja dibuat dengan proses formil yang bermasalah dan banyak catatan yang mesti dikoreksi.

"Proses formilnya itu dibuat tanpa partisipasi publik, tanpa aspirasi, aspirasi itu ditutup hanya pihak tertentu yang didengarkan. Ini mirip orang bikin skripsi tinggal cari data saja," terangnya dalam konferensi pers virtual yang diterima Suara Jogja, Selasa (6/10/2020).

Oleh sebab itu, Zainal mendorong masyarakat luas untuk menolak UU Omnibus Law Cipta kerja karena sarat kepentingan yang merugikan rakyat.

"Saya menawarkan kita semua harus teriakkan bersama penolakan terhadap undang-undang ini. Pembangkangan sipil atau apalah itu bentuknya itu bisa dipikirkan, tapi maksud saya ini cara kita melihat baik-baik UU ini jangan dibiarkan begitu saja. Kalau tekanan publik kuat itu merupakan bagian dari partisipasi sipil," paparnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI