Suara.com - Permadi Arya alias Abu Janda membuat sebuah unggahan di akun Instagramnya @permadiaktivis2 yang menguraikan perosalan UU Omnibus Law Cipta Kerja.
"Hati-hati hoaks omnibus law. Sobat buruh hati-hati hoaks UU Cipta Kerja Omnibus Law. Simak ulasan fakta butir-butir pasalnya," tulis Abu Janda, Selasa (06/10/2020).
Dalam video sepanjang 2 menit 44 detik itu, Abu Janda menepis anggapan khalayak luas yang mempersoalkan UU Cipta Kerja.
Menurut pemaparannya, poin-poin yang selama ini dipermasalahkan publik semuanya adalah hoaks atau tidak sesuai dengan fakta yang tertuang di draft undang-undang.
Baca Juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja, Brimob Jaga Perlimaan Bandara Hasanuddin
"Hoaks pertama katanya uang pesangon ditiadakan, faktanya uang pesangon tetap ada," ujar Abu Janda.
Ia kemudian menyertakan bukti BAB IV Ketenagakerjaan- Pasal 89 Tentang Perubahan terhadap pasal 156 ayat 1 UU 13 Tahun 2003.
Dalam uraiannya, bab tersebut menjelaskan bahwa setiap pengusaha wajib membayar uang pesangon saat terjadi PHK.
"Hoaks kedua, katanya UMK, UMP dihapus, faktanya UMR tetap berlaku," sambungnya.
Kali ini ia berdasar pada BABIV Ketenagakerjaan -- Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 88C UU Tahun 2003.
Baca Juga: Dibungkam, Politikus Demokrat: Yang Bilang Mic Saya Mati Otomatis, Ngawur!
"Hoaks ketiga katanya upah buruh dihitung per jam, faktanya tidak ada perubahan," ucap Abu Janda lagi.
Dasarnya, lanjut Abu Janda, ada di BAB IV Ketenagakerjaan -- Pasal 89 tentang perubahan terhadap pasal 88B UU 13 Tahun 2003.
Selain itu, ia juga menilai hoax soal hak cuti, outsourcing, ditiadakannya status karyawan tetap, hingga isu soal TKA yang bebas masuk ke Indonesia.
Hingga artikel ini ditulis, unggahan Permadi Arya alias Abu Janda itu telah dilihat hingga 271 ribu lebih pengguna Instagram.
Salah satu warganet justru mengkritik pemaparan Abu Janda dan menganggap justru dialah penyebar hoaks sebenarnya.
"Yang kau bahas uu ketenagakerjaan boss semua pasalnya pasal uu ketenagakerjaan. Jangan-jangan anda yang hoaks," sanggah warganet dengan akun @amsari***
Penjelasan pakar
Adalah Justitia Avila Veda pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga giat memperjuangkan konsultasi hukum bagi korban pelecehan seksual, sempat memberikan penjelasan komprehensif terkait pasal-pasal UU Ciptaker.
Melalui akun Twitternya @romestatute, sosok yang akrab disapa Veda ini menelaah UU Omnibus Law dengan cara membandingkan draf final yang sudah di ketok DPR RI dengan UU 13/2003 Ketenagakerjaan.
Secara garis besar, Veda menemukan banyak perubahan jika dibandingkan dengan draf pertama yang beredar Desember 2019 lalu.
Namun menurutnya, banyak frasa yang masih multitafsir dalam RUU seperti "pekerjaan yang tidak terlalu lama", sehingga tidak jelas ukuran lama tidaknya seperti apa.
Kemudian, banyak aturan rinci UU 13/2003 yang dipangkas dan diatribusikan ke aturan di bawahnya. Hal ini pada praktiknya berpotensi besar melahirkan kekosongan hukum.
"Aturan yang paling kabur berkaitan dengan skema pesangon (cukup rinci diatur dalam Pasal 161-172 untuk case tertentu tapi ini dihapus semua), dalam kondisi apa saja Pengusaha harus mengajukan permohonan penetapan PHK, dan perpanjangan kontrak PKWT," urai Veda, Selasa (06/10/2020).
Selain itu, penenetuan upah yang tadinya dari sudut pandang pekerja kini berubah menjadi sudut pandang kaum pemodal (pengusaha).
"Dasar penyusunan skema & struktur upah yang tadinya pakai sudut pandang Pekerja (kompetensi, performa, waktu kerja) beralih total ke suduh pandang Pengusaha (produktivitas & kemampuan perusahaan)," lanjutnya.
Kesimpulannya, Veda menganggap penyusunan RUU Cipta Kerja memang ngawur dan cacat formil.
Akan tetapi ia mengakui banyak kabar yang tidak akurat (dari kubu manapun) mengenai konten norma hukumnya.
Dalam utasnya tersebut, Veda juga membagikan draft lengkap UU Cipta Kerja yang telah disahkan serta UU No.13/2003.
Selengkapnya di sini.