Suara.com - Sebagian besar warga Suriah yang terinfeksi virus Corona dikabarkan lebih memilih mati dari pada melaporkan kasusnya ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.
Menyadur Al Jazeera, Rabu (7/10/2020), akumulasi masalah di negara Timur Tengah itu, seperti peperangan dan krisis ekonomi, menjadi penyebab utama munculnya fenomena tersebut.
Konflik bersenjata selama hampir satu dekade terakhir, telah meruntuhkan akses dan berbagai fasilitas umum Suriah, tak terkecuali rumah sakit.
Tak hanya soal fasilitas, sumber daya manusia, dalam hal ini dokter dan perawat juga banyak yang melarikan diri dari Suriah untuk menghindari peperangan.
Baca Juga: Hakim hingga Satpam Reaktif Corona, PN Jakarta Pusat Perpanjang Lockdown
Banyaknya masalah di Suriah diperparah dengan munculnya pandemi virus Corona. Pemerintah kesulitan untuk mengendalikan wabah.
Menyadur data worldometers.info, Suriah telah mencatatkan 4.457 kasus infeksi virus Corona di mana setidaknya 209 nyawa telah menjadi korban.
Namun, beberapa dokter, penduduk, dan pakar kesehatan yang berbicara kepada Al Jazeera baik dari dalam maupun luar negeri meragukan data resmi pemerintah.
Mereka menilai angka infeksi virus Corona di Suriah sejatinya jauh lebih tinggi dari yang terlihat.
Dengan sistem perawatan kesehatan yang runtuh, ekonomi yang terpukul, dan kurangnya dokter dan perawat karena penyedia medis melarikan diri, banyak pasien yang dicurigai enggan melaporkan kasusnya.
Baca Juga: Permudah Pengawasan, Asrama Haji Balikpapan Diubah Jadi Gedung Isolasi OTG
Mereka lebih memilih memendam sendiri gejala-gejala yang muncul seperti demam, batuk, dan kehilanghan indra penciuman, sambil berkonsultasi lewat internet.
“Orang lebih suka mati daripada datang ke rumah sakit,” kata Moustafa, seorang dokter yang bekerja di sebuah rumah sakit di Damaskus.
Moustafa mengatakan dia sering dihubungi oleh orang-orang yang meminta nasihat medis. Namun dia tak bisa menemui mereka langsung karena tidak mampu membeli alat pelindung diri (APD).
Di Suriah, harga APD, termasuk masker berkualitas tinggi dijual sangat mahal. Masker medis yang harus diganti setiap hari dijual dengan h10 dolar AS atu sekitar Rp147 ribu. Padahal, gaji dokter di Suriha hanya 188 dolar AS atau Rp2,7 juta perbulan.
"Ini terlalu mahal untuk saua," kata Moustafa. Bisakah kamu bayangkan? Seorang dokter tidak mampu membeli masker yang bagus?" jelas Moustafa.
Di tengah kondisi yang kian sulit, konsultasi daring akhirnya menjadi salah satu solusi bagi dokter maupun masyarakat Suriah. Berbagai grup Facebook terkait virus Corona di mana dokter menawarkan jasanya pun bermunculan.