Suara.com - Ekonom Rizal Ramli mengunggah sebuah gambar karya pelukis legendaris Yayak Yatmaka. Rizal menilai lukisan Yayak tentang Omnibus Law itu merupakan pertanda parahnya keadaan negara.
Lukisan gaya realis karya Yayak Yatmaka begitu detail dan cukup mudah dipahami maknanya.
Posisi sesosok makhlus mirip babi yang memegang kantong uang yang di bahunya tertempel label investor.
Babi itu nangkring di kepala sesosok manusia yang menutupi telinga lancipnya dengan kedua tangannya.
Baca Juga: 7 Dampak Negatif UU Cipta Kerja Terhadap Sektor Kelautan dan Perikanan
Mata manusia itu tertutup label bertuliskan 'omnibus law' dan mulutnya tersumpal lembaran-lembaran uang.
Sementara di dahinya, samar-samar terlihat gambaran lambang Garuda Pancasila yang tertusuk paku.
Turun ke dada si manusia, ada selembar kertas yang menempel di badannya bertuliskan 'NKRI harga obral'.
Dua makhluk itu berdiri di samping seorang pria yang sedang bergelantung di tali yang menggantung di langit. Tampak pula sebuah kantong besar bertuliskan "hutang LN 8000T" menggantung di kaki pria tersebut.
"Ayo hancurkan NKRI dgn UU OL/2020" demikian tulisan besar yang ditorehkan secara vertikal di samping lukisan itu.
Baca Juga: Pengusaha Ancam Tak Beri Uang Makan Hingga SP ke Buruh yang Hobi Demo
Karya Yayak Yatmaka itu lantas membuat Rizal Ramli mencerna apa yang dimaksud oleh sang pelukis. Pasalnya, Yayak dikenal sebagai pelukis yang begitu kritis di masa-masa Orde Baru.
Kemunculan karya Yayak ini membuat Rizal menganggpnya sebagai sebuah pertanda neo-otoriter.
"Sampai sebegitu parahnya kah? Pelukis legendaris, Yayak Yatmaka, yang tema-tema lukisannya tahun 1970an, kritik sosial terhadap rezim Otoriter Orba, diuber aparat, terpaksa tinggal di Jerman sampai 1998. Yayak nongol kembali 2020, lukisan tanda-tanda neo-otoriter! Parah," tulis Rizal Ramli melalui Twitter-nya.
Yayak Yatmaka adalah seorang pelukis realisme asal Yogyakarta.
Nama aslinya saat dilahirkan pada tahun 1956 lalu adalah Bambang Adyatmaka.
Yayak merupakan kawan lama Rizal Ramli. Mereka berdua sama-sama pernah menuntut ilmu di Institut Teknologi Bandung (ITB). Keduanya juga dikenal sebagai aktivis sosial sejak tahun 1978.
Yayak yang begitu vokal mengkritik pemerintah Orde Baru sampai pernah melarikan diri dan tinggal di Jerman selama 20 tahun.