Suara.com - Parodi wawancara kursi kosong Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan dalam tayangan Mata Najwa yang dibawakan presenter Najwa Shihab disoal oleh Relawan Jokowi Bersatu.
Najwa Shihab pun sempat dilaporkan ke Polda Metro Jaya, namun laporannya tak diterima oleh aparat kepolisian.
Dewan Pers angkat bicara terkait tindakan pelaporan yang dilakukan Relawan Jokowi Bersatu kepada Najwa. Pelaporan tersebut dianggap mengkriminalisasi Najwa yang berprofesi sebagai jurnalis.
Menurut anggota Dewan Pers Ahmad Jauhar, seharusnya Relawan Jokowi sebagai pelapor berdiskusi terlebih dahulu dengan Dewan Pers sebelum melakukan pelaporan kepada kepolisian. Sebab, kata dia, hal yang dilaporkan itu berkaitan dengan konten jurnalistik.
Baca Juga: 4 Fakta Najwa Shihab Dipolisikan Relawan Jokowi karena Kursi Kosong Terawan
"Ini kan urusannya berkaitan dengan konten jurnalisme, yang seyogianya lah untuk diselesaikan di Dewan Pers. Kalau dibawa ke Polisi, terkesan mengkriminalisasi. Kan ada UU Pers Nomor 40 Tahun 1999," katanya seperti dikutip dari Ayobandung.com--jaringan Suara.com, Rabu (7/10/2020).
"Yang ngelaporin itu kurang kerjaan. Masa sindiran terhadap tokoh publik dikriminalkan," ucapnya.
Ahmad Jauhar menyatakan aksi Najwa Shihab tidak tidak melanggar kode etik jurnalistik.
"Dewan Pers melihat fenomena Nana (Najwa) mewawancarai kursi kosong ya bagian dari kreativitas untuk menarik perhatian audiens. Nothing more," kata Jauhar.
Dalam pandangannya Dewan Pers terkait yang dilakukan Najwa Sihab tidak melanggar kode etik jurnalistik (KEJ).
Baca Juga: Relawan Jokowi Laporkan Najwa Shihab, Ferdinand PD: Terlalu Caper
"Saya rasa tidak ada Pasal dari KEJ yang dilanggar Nana," ujar Jauhar.
Sebelumnya, pelapor yang mengaku dari Relawan Jokowi Bersatu tiba di Polda Metro Jaya, Selasa (6/10/2020) kemarin.
Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu, Silvia Devi Soembarto mengatakan, apa yang dilakukan Najwa dengan mewawancarai kursi kosong adalah melukai relawan pendukung Jokowi.
Najwa Sihab juga dianggap melakukan cyber bullying terhadap Menteri Kesehatan Terawan. Karena narasumber tidak hadir kemudian diwawancarai dan dijadikan parodi. Silvia menganggap parodi tersebut merupakan tindakan yang tidak boleh dilakukan kepada pejabat negara, khususnya menteri.
"Dalam KUHP Perdata dan Pidana ketika bicara dengan jurnalistik memang kami memakai UU pers tetapi juga dilaporkan secara perdata dan pidana melalui pengadilan atau kepolisian. Ketika sama-sama mentok kita ke dewan pers, untuk meminta arahan," terang Silvia.