Suara.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengkritik kebijakan impor garam sehingga hasil petani garam tidak terserap pasar.
"Impor garam industri tanpa kontrol dan jor-joran. Garam impor bocor ke pasar konsumsi. Akhirnya garam petani tidak ada yang beli. Akhirnya mereka tidak bisa produksi lagi. Tahun 2015, 2016, 2017 sampai dengan awal 2018 sebelum ada PP 9 Tahun 2018 harga garam mencapai Rp2.500 minimal Rp1.500," kata Susi yang dikutip Suara.com dari media sosial, Selasa (6/10/2020).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya untuk melakukan pembenahan besar-besaran dan menyeluruh dalam rantai pasok (supply chain) guna mengoptimalkan penyerapan produksi garam rakyat.
“Saya kira ini langkah-langkah perbaikan harus kita kerjakan, mulai pembenahan besar-besaran pada supply chain, mulai hulu sampai hilir,” kata Presiden dalam pengantar pada Rapat Terbatas Percepatan Penyerapan Garam Rakyat, Senin (5/10/2020), pagi, di Istana Merdeka, Jakarta.
Baca Juga: Jokowi Geram Indonesia Terlalu Hobi Impor Garam
Berdasarkan laporan yang dia terima, terdapat dua masalah utama dalam penyerapan garam rakyat yaitu kualitas garam yang belum sesuai standar industri dan kapasitas produksi nasional yang masih rendah.
“Ini harus dicarikan jalan keluarnya. Kita tahu masalahnya tapi nggak pernah dicarikan jalan keluarnya,” kata Jokowi (Sekretariat Kabinet).
Terkait kualitas, berdasarkan data yang diterimanya, per 22 September 2020 masih terdapat 738 ribu ton garam rakyat yang tidak terserap oleh industri.
“Ini agar dipikirkan solusinya sehingga rakyat garamnya bisa terbeli,” kata Jokowi.
Tingkat produksi garam nasional yang masih rendah, kata dia, berdampak pada dilakukannya importasi untuk memenuhi kebutuhan.
Baca Juga: Siap Bertarung Lagi, Ini Daftar Koleksi Mobil Mike Tyson
“Sebagai contoh, dari kebutuhan garam nasional di tahun 2020 sebanyak 4 juta ton per tahun dan produksi garam nasional kita baru mencapai 2 juta ton. Akibatnya, alokasi garam untuk kebutuhan industri masih tinggi, yaitu 2,9 (juta) ton,” kata Kepala Negara.
Untuk menyelesaikan persoalan garam nasional ini, Presiden memerintahkan jajarannya untuk memperhatikan ketersediaan lahan produksi serta mempercepat integrasi dan ekstensifikasi lahan garam rakyat yang ada di sepuluh provinsi produsen garam.
“Ini harus betul-betul diintegrasikan harus terintegrasi dan ada ekstensifikasi,” kata Jokowi.
Lebih lanjut, Presiden juga memerintahkan upaya perbaikan dalam produktivitas dan kualitas garam rakyat.
“Penggunaan inovasi teknologi produksi terutama washing plant harus betul-betul kita kerjakan, sehingga pasca produksi itu betul-betul bisa memberikan ketersediaan, terutama dalam gudang penyimpanan,” kata Presiden.
Presiden minta dipersiapkan pengembangan hilirisasi industri garam dengan mengembangkan industri turunannya.