Suara.com - Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan menyatakan dengan tegas penolakannya terhadap Undang Undang Cipta Kerja karena sangat merugikan masyarakat dan tidak berpihak kepada kaum buruh dan masyarakat kecil.
Menurutnya, alasan ini menjadi dasar Fraksi Demokrat menolak pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan DPR dan Pemerintah, Senin (5/10/2020) kemarin.
"Hilangnya sanksi pidana bagi perusahaan nakal, semakin kecilnya UMR, dan tidak adanya jaminan uang pesangon menjadi alasan kami menolak dengan tegas RUU ini," kata dia seperti dikutip dari Antara, Selasa (6/10/2020).
Selain itu, kata dia, UU Cipta Kerja hanya akan menimbulkan masalah baru di tengah pandemi COVID-19.
Baca Juga: Ruhut Nasihati Kader Demokrat yang Dulu Dibesarkannya: Hati-hati, Eling
"RUU ini hanya akan menyebabkan karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) akan semakin besar, PHK akan semakin dipermudah, serta hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun," kata dia.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI ini mempertanyakan langkah pimpinan DPR RI mempercepat rapat paripurna yang mengesahkan Undang Undang tersebut.
Dia mempertanyakan langkah pimpinan DPR RI itu karena masih banyak RUU yang masih menuai pro kontra dan perlu mendengarkan aspirasi rakyat kecil.
Sedianya, rapat paripurna DPR RI akan dilangsungkan pada Kamis, 8 Oktober 2020, namun secara tiba-tiba dipercepat menjadi Senin, (5/10), sehingga menuai banyak pertanyaan dari masyarakat terkait alasan mempercepat pelaksanaan rapat paripurna.
Menurut Syarief, langkah mempercepat rapat paripurna tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi lembaga legislatif yang berkantor di Senayan tersebut.
Baca Juga: RUU Cipta Kerja Disahkan, Wakil Ketua MPR: Mematikan Kepercayaan Rakyat
Apalagi, kata dia, langkah itu muncul setelah marak pemberitaan akan dilakukannya demonstrasi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja oleh kalangan mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat lainnya.
"Langkah mempercepat rapat paripurna mengindikasikan tidak didengarnya aspirasi rakyat kecil terkait RUU Cipta Kerja. Langkah ini akan semakin menurunkan, bahkan mematikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPR RI," imbuhnya. (Antara)