Tolak UU Ciptaker, Imparsial: Cacat Prosedur dan Tak Transparan ke Publik

Selasa, 06 Oktober 2020 | 10:44 WIB
Tolak UU Ciptaker, Imparsial: Cacat Prosedur dan Tak Transparan ke Publik
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) menyerahkan berkas pendapat akhir pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus telah disahkan DPR dan pemerintah menjadi UU. Pengesahan UU Omnibuslaw itu disahkan dalam hasil rapat paripurna di DPR, Senin (5/10/2020) kemarin.

Direktur Imparsial, Al Araf mengaku tak habis pikir tindakan dari para elite pemerintah karena telah mengesahkan UU Cipta Kerja yang nyatanya dikritik oleh banyak pihak.

"UU Cipta Kerja memiliki banyak permasalahan mulai dari proses penyusunan hingga substansi di dalamnya," ucap Al Araf dalam keterangannya, Selasa (6/10/2020).

Al Araf menyebut penyusunan UU Cipta Kerja sebelum menjadi UU yang disusun oleh pemerintah sangat tidak transparan kepada publik.

Baca Juga: Heboh Surat Batal Mogok Nasional, KSPI: Upaya Lemahkan Aksi Buruh

"Proses penyusunan UU Cipta Kerja dinilai cacat prosedur, karena dilakukan secara tertutup, tidak transparan, serta tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat sipil," ucap Al Araf.

Dia juga mengatakan, pengesahan UU Cipta Kerja ditengah pandemi covid-19. Di mana pemerintah harusnya terfokus mengatasi kondisi saat ini.

"Terlebih lagi, pembahasan tersebut dilakukan di tengah konsentrasi seluruh elemen bangsa berfokus menangani pandemi Covid-19. Draf UU Cipta Kerja pun tidak disosialisasikan secara baik kepada publik, bahkan tidak dapat diakses oleh masyarakat sehingga masukan dari publik menjadi terbatas," katanya.

Menurut Al Araf, tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 89 juncto 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan pemerintah untuk membuka akses terhadap RUU kepada masyarakat.

Terlebih, tambah dia, Satgas Omnibus Law Cipta Kerja bentukan pemerintah yang sebagian besar berasal dari kalangan pemerintah dan pengusaha juga dinilai eksklusif serta tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat yang terdampak UU.

Baca Juga: Protes Pendidikan Dijadikan Bisnis, Taman Siswa Siap Gugat UU Cipta Kerja

Al Araf menegaskan UU Cipta kerja hanya berpotensi melanggar hak-hak konstitusional warga negara.

"Ini merugikan para pekerja atau buruh, merugikan petani, merugikan hak-hak masyarakat adat, serta berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan hidup di Indonesia," ucap Al Araf.

Maka itu, Imparsial menolak pengesahan UU Cipta Kerja di DPR yang dianggap telah cacat.

"Pembahasan tersebut dilakukan secara tidak lazim, yakni dilakukan secara tertutup dan di tengah masa reses anggota DPR RI serta di tengah konsentrasi segenap elemen nasional mengatasi pandemi Covid-19," tutup Al Araf.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI