Suara.com - Analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim mengatakan sangat memahami jika yang menentang Undang-Undang Cipta Kerja dari kalangan civil society organization seperti masyarakat adat dan aktivis lingkungan.
Menurut Rustam banyak kalangan gerakan sosial, aktivis akar rumput yang menantang konstruksi dominan dari pembangunan berdasarkan pendekatan neo-liberal.
Mereka menawarkan paradigma alternatif terhadap kapitalisme. Pandangan ini terutama didukung kalangan gerakan sosial, aktivis akar rumput yang menantang konstruksi dominan pembangunan berdasarkan sistem kapitalisme. Pendekatan ini, kata Rustam, melihat kecenderungan negara dan pasar yang menindas.
Menurut Rustam pada dasarnya civil society mempunyai kesamaan pandangan mengenai keadilan sosial, persamaan, dan keberlanjutan lingkungan hidup.
Baca Juga: Halau Buruh ke DPR, Perbatasan Menuju Jakarta Dijaga Ketat Ribuan Aparat
Respons mereka terhadap kecenderungan negara dan pasar yang menindas tersebut terutama dilakukan melalui pengembangan pembangunan alternatif, kata Rustam.
Antara lain dalam bentuk pembangunan berbasis komunitas, seperti usaha bersama, saling membantu, koperasi produsen dan konsumen, sistem produksi yang didasarkan kepada teknologi ramah lingkungan sampai kepada kembali kepada ekonomi subsisten.
Akan tetapi, menurut Rustam, akan sulit bagi negara menerapkan pembangunan seperti ini, terutama jika berharap pertumbuhan ekonomi tinggi, kesempatan kerja penuh dan proyek-proyek pembangunan skala besar. Juga bagi pasar berorientasi keuntungan sebesar-besarnya tentu pendekatan ini tidak menarik mereka untuk investasi, kata Rustam.
Rustam menekankan tidak ada gerakan buruh tanpa kapitalisme. Perjuangan buruh bukan hancurkan kapitalisme sebagaimana ajaran Marxist, tapi mengoreksi keburukan-keburukan kapitalisme. Tanpa kapitalisme ekonomi tidak tumbuh. "Itu yang terjadi di negara-negara Uni Soviet dan Cina masa lalu. Tapi mereka lakukan reformasi ekonomi," kata dia.
Rustam mengatakan tidak ada kapitalisme (bebas), tidak ada dunia usaha. Yang kemudian muncul adalah kapitalisme negara. Kapitalisme negara bisa lebih menindas kapitalisme bebas. "Kenapa? Karena negara punya alat-alat kekuasaan seperti tentara, polisi, intelijen," katanya.
Baca Juga: 5 Kerugian UU Cipta Kerja untuk Karyawan, Banyak Duit Disunat
"Jangan kaget justru di negara-negara dengan sistem kapitalis, gerakan buruh sangat kuat dan menikmati upah yang layak; juga gerakan lingkungan atau civil society," Rustam menambahkan.