Suara.com - Setahun sudah Koordinator Kuasa Hukum Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (Walhi Sumut), Golfrid Siregar meninggal dunia dengan kondisi penuh kejanggalan.
Penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian pun tidak berjalan transparan dan cenderung ingin segera dibukukan.
Direktur Walhi Sumatera Utara (Sumut) Dana Prima Tarigan mengatakan hasil otopsi jasad Golfrid meninggal dunia dengan bersimbah darah di flyover Simpang Pos Jalan Jamin Ginting, Medan, pada Kamis (3/10/2019) sekitar pukul 01.00 dini hari.
Namun hingga satu tahun lamanya, hasil otopsi tidak pernah diberikan kepada pihak keluarga.
Baca Juga: Polda Sumut Siagakan 7.000 Personel Antisipasi Demo Buruh
Padahal hasil otopsi itu bisa menjadi bahan rujukan keluarga atau pihak lain yang menganggap banyak kejanggalan di balik tewasnya Golfrid.
"Apakah rekam medik atau traffic accident analize atau hasil otopsi itu sama sekali tidak pernah kita temukan. Jangankan Walhi, keluarga sendiri saja blum pernah menerima hasil itu. Ini juga jadi satu keganjilan buat kita," kata Dana dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (5/10/2020).
Selain itu, Dana beserta kawan-kawan lainnya juga mengira pihak kepolisian seperti buru-buru ingin menutup kasus kematian Golfrid. Sebab, pihak kepolisian sudah menyatakan kalau Golfrid meninggal dunia akibat kecelakaan tunggal.
Padahal, dari saksi-saksi yang ada di lokasi, tidak ada yang mendengar dan melihat sebuah kecelakaan lalu lintas. Apalagi ada keterangan saksi yang melihat kalau Golfrid terletak begitu saja dengan sepeda motornya.
Karena tidak mau pihak kepolisian buru-buru menutupi kasusnya, maka Walhi Sumut sempat mengirim surat kepada Polda Sumut dengan maksud mengadakan audiensi agar penyelidikan tetap lanjut serta dapat melibatkan publik secara transparan.
Baca Juga: Pegawai dan Anggota DPRD Sumut Jalani Swab Test Massal Covid-19
Namun, hingga sampai saat ini surat itu tidak kunjung mendapat balasan.
"Surat yang kami kirimkan ke Polda Sumut itu belum juga dapat tanggapan, padahal itu hanya surat audiensi sebenarnya, di luar itu ada surat terbuka," tuturnya.
Hal yang sama dirasakan Walhi Sumut ketika mengirimkan surat kepada Komisi III DPR RI untuk memberikan atensi kepada pihak kepolisian. Namun lagi-lagi suratnya pun tidak kunjung berbalas.
"Nah, dari rentetan ini membuat kasus ini semakin kabur dan sama sekali tidak transparan menurut kita, jadi apakah ditutup-tutupi, mungkin juga. Tapi kenapa ini sepertinya tidak menjadi atensi serius padahal ini kasus kematian aktivis pejuang lingkungan HAM, gitu, jadi tidak diterima," tambah Dana.
Mengenang setahun kepergian Golfrid dimaknai sebagai perjuangan bagi kawan-kawan Walhi Sumut. Sebab, pihaknya masih memiliki keinginan agar penyelidikan kasus kematian Golfrid bisa kembali dibuka secara transparan.
Kejanggalan Di Balik Kematian Golfrid
Sudah setahun berlalu, kepergian Golfrid hanya diwarnai oleh kejanggalan-kejanggalan yang belum ditemukan jawabannya.
Direktur Walhi Sumatera Utara (Sumut) Dana Prima Tarigan menjelaskan satu per satu kejanggalan di balik kematian Golfrid. Mulanya, Golfrid ditemukan terkapar di underpass tersebut. Namun, tidak ada satupun kamera pengintai atau CCTV yang merekam bagaimana bisa Golfrid akhirnya meregang nyawa di jalanan.
"Semua CCTV yang berada di sekitar situ sampai CCTV yang berada di lampu merah dan sampai CCTV yang berada di underpass itu semuanya tidak berfungsi malah di underpass tidak ada," kata Dana dalam sebuah diskusi, Selasa (5/10/2020).
CCTV yang aktif itu hanya di salah satu rumah sakit pertama di mana Golfrid dibawa oleh orang lain sebelum akhirnya dibawa ke RS Adam Malik. Di RS Adam Malik lah Golfrid menghembuskan nafas terakhir setelah menjalani operasi.
"Jadi ini sesuatu yang unik buat kita tapi sekaligus aneh mengapa bisa CCTV itu sama sekali tidak ada dan sama sekali tidak berfungsi. Jadi seperti memang itu rute gelap yang memang gelap atau digelapkan," ujarnya.
Kemudian kejanggalan lainnya yang ditemukan ialah ketika penyebab kematian Golfrid itu digiring seolah karena minuman keras. Pihak kepolisian yang menangani kasusnya mengatakan terdapat air miras di dalam perut mendiang Golfrid.
Padahal ketika pihak Walhi bertanya kepada masyarakat sekitar, Golfrid hanya sekedar mencicipi. Dana dan kawan-kawan Walhi pun tidak bisa menerima pernyataan dari polisi.
Seiring berjalannya waktu, Polda Sumatera Utara menyampaikan kalau Golfrid meninggal dunia karena kecelakaan tunggal. Pihak Walhi Sumut menyangka kalau pengumuman itu hanya agar kasus Golfrid lebih cepat tutup buku.
Padahal kalau menurut hasil penyelidikan pihak Walhi Sumut, tidak ada tanda bekas rem di jalan raya yang menandakan kecelakaan tunggal. Kemudian kepala Golfrid pun di temukan dalam kondisi remuk seperti dihantam benda tumpul.
Hal yang paling mengejutkan ialah kondisi tubuh Golfrid yang dilumuri lumpur. Padahal kondisi di tempat Golfrid ditemukan sama sekali bukan area berlumpur.
"Dan kepalanya itu terbentur katanya ke trotoar dan kita tidak menemukan ada darah di trotoar tersebut, jadi banyak sekali yang emang keganjilan," ujarnya.
Dana beserta kawan-kawannya pun mengantongi satu keganjilan lainnya di balik kematian Golfrid. Para saksi yang ada di sekitar lokasi sama sekali tidak mendengar suara kecelakaan.
Justru para saksi melihat Golfrid sudah tergeletak begitu saja di jalanan.
"Padahal disitu banyak sekali dekat sekali ada pos security ada masyarakat yang disekitar underpass itu tidak ada yang melihat bahwa almarahum itu ada mendengar seperti bunyi kecelakaan atau memang melihat kecelakaan itu sendiri," ungkap Dana.