Suara.com - DPR RI bersama pemerintah akhirnya sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Kesepakatan itu diambil melalui hasil rapat paripurna sore ini.
Padahal RUU tersebut dianggap masih belum sempurna dan justru dapat merugikan masyarakat. Salah satunya kaum perempuan.
Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Perempuan, Arieska Kurniawaty, mengatakan setidaknya ada 5 catatan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja bisa mengancam kedaulatan perempuan.
Pertama, RUU ini dianggap sebagai langkah mundur dari komitmen pemerintah untuk analisis gender dalam lingkungan melalui Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan KLHS (Kajian Lingkup Strategis).
Baca Juga: Polda Sumut Siagakan 7.000 Personel Antisipasi Demo Buruh
"Dalam peraturan menteri dan menyebutkan secara jelas perempuan sebagai salah satu kelompok kepentingan yang harus dilibatkan dalam konsultasi AMDAL dan KLHS itu dianulir sendiri oleh pemerintah melalui regulasi ini," kata Arieska dalam diskusi daring yang digelar, Senin (5/10/2020).
Kedua, omnibus law mempermudah atau menjamin kemudahan investasi dalam kepemilikan dan penguasaan tanah hal itu justru malah menggusur rakyat.
Menurutnya, bagi perempuan pasti situasinya lebih sulit karena ini akan memperlebar ketimpangan yang dialami pemerintah.
"Ketiga, kita lihat bagimana omnibus ini mengancam ketahanan pangan salah satunya karena ada ketentuan yang menyamakan antara kedudukan produksi pangan dalam negeri dan cadangan nasional dengan impor pangan sebagai sumber penyediaan pangan," tuturnya.
Arieska mengatakan pasar domestik malah dibanjiri dengan bahan impor.
Baca Juga: Akhirnya RUU Cipta Kerja Disahkan Wakil Rakyat Jadi Undang-Undang
Hal itu jelas merugikan kaum perempuan yang sebagian sebagai produsen pangan subsisten.
Adapun yang ancaman yang keempat, yakni Omnibus Law ini memperburuk hak perlindungan buruh perempuan.
"Tidak kenal dicuti karena haid atau keguguran karena hanya menyebutkan cuti tahunan atau cuti panjang lainnya yg diatur dalam kerja. Dan poin lainnya kelima bagi kami masifnya perampasan lahan sulitnya lapangan pekerjaan hak-hak buruh yang semakin dipangkas itu mendorong migrasi tenaga kerja," tuturnya.
Lebih lanjut, Arieska menegaskan, maka penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja perlu disuarakan. Langkah semisal mogok massal bisa berpengaruh besar.
"Sehingga penting bagi kita berkonsolidasi menyuarakan penolakan dan memang kita harus mogok because if we stop the world stop," tandasnya.