Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menggelar aksi mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk membatalkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 166 Tahun 2020 di depan Istana Kepresidenan, Senin (5/10/2020).
Keppres tersebut yang mengangkat dua eks anggota Tim Mawar menjadi pejabat di Kementerian Pertahanan.
Dua eks anggota Tim Mawar itu ialah Brigjen TNI Yulius Selvanus dan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha. Keduanya diangkat menjadi Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan Kemhan dan Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan.
"Pengangkatan dua anggota eks tim mawar, termasuk peristiwa pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, semakin mencitrakan Pemerintahan Joko Widodo telah keluar jalur dari agenda reformasi dengan melupakan hari-hari tergelap negara ini yang dilakukan di era Soeharto, ketika para aktivis menghilang dan banyak dugaan penyiksaan dan penganiayaan lainnya," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Baca Juga: Jokowi: TNI Lakukan Transformasi Organisasi Selama Lima Tahun
KontraS menilai janji-janji kampanye Jokowi untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sejak 2014 itu terbukti hanya merupakan komoditas kampanye politik demi mendapatkan kursi orang nomor satu di Indonesia tanpa ada sedikitpun niatan untuk segera menyelesaikan kasus-kasus tersebut secara hukum baik melalui pengadilan HAM maupun pengadilan HAM ad-hoc.
"Alih-alih menempatkan mereka yang diduga bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat ke dalam posisi kekuasaan, pemerintah seharusnya dapat memeriksa catatan pelanggarann hak asasi manusia mereka dengan lebih cermat," ujarnya.
Selain itu, KontraS juga menilai pengangkatan pelanggar HAM berat sebagai pejabat pemerintahan akan berdampak kepada dua hal. Yakni hilangnya efek jera sehingga melanggengkan praktik impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM serta terhambatnya agenda-agenda reformasi institusional untuk memberi jaminan ketidakberulangan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
Apalagi menurutnya keputusan yang diambil Jokowi bakal semakin menyulitkan terbentuknya tata kelola pemerintahan yang berbasis HAM. Semisal ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa yang sampai saat ini belum diratifikasI, sebab para pelanggar HAM berat khususnya pelaku peristiwa penghilangan paksa, diberi legitimasi politik untuk mempengaruhi kebijakan negara.
Dalam kesempatan yang sama, KontraS bersama Amnesty International Indonesia dan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia mendesak secara khusus kepada Jokowi dalam empat poin, yakni:
Baca Juga: Jokowi Geram Indonesia Terlalu Hobi Impor Garam
Pertama, Mencabut Keppres pengangkatan Brigjen TNI Yulius Selvanus dan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha sebagai pejabat publik di Kementerian Pertahanan;
Kedua, mendorong Jaksa Agung untuk menindaklanjuti penyelidikan atas kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dari Komnas HAM serta memastikan penyidikan menyeluruh. Bilamana terdapat bukti sah yang memadai, mereka yang diduga melakukan tindak pidana tersebut harus diadili oleh pengadilan dalam proses yang memenuhi standar internasional tentang peradilan yang adil dan tanpa ancaman pidana mati;
Ketiga, mengambil langkah-langkah untuk mengungkap kebenaran, memberikan keadilan dan pemulihan penuh para korban dan keluarga mereka. Suara-suara korban pelanggaran HAM berat yang telah menunggu puluhan tahun agar negara segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM melalui mekanisme pengadilan harus didengarkan secara penuh dan tidak boleh dibungkam; dan
Keempat, segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa, Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional, dan Perjanjian tentang Hak Istimewa dan Kekebalan Hukum Mahkamah Pidana Internasional, serta memasukkan ketentuan-ketentuannya ke dalam hukum nasional dan mengimplementasikannya dalam ranah kebijakan maupun praktik.