Tolak RUU Ciptaker, Tengku: Pemerintah Negara Mana yang Suka Main Malam?

Siswanto Suara.Com
Senin, 05 Oktober 2020 | 15:41 WIB
Tolak RUU Ciptaker, Tengku: Pemerintah Negara Mana yang Suka Main Malam?
Tengku Zulkarnain [Twitter]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rapat Panitia Kerja DPR dan pemerintah yang berlangsung pada Sabtu (3/10/2020), malam, menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU. Keputusan itu didukung tujuh fraksi (pendukung pemerintah). Hanya dua fraksi, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera, yang menolak.

Kabar terbaru yang beredar di kalangan media, rapat paripurna yang semula dijadwalkan pada Kamis (8/10/2020), dimajukan hari ini, seiring dengan rencana buruh mogok secara nasional selama tiga hari, mulai hari ini, untuk menolak rencana pengesahan RUU kontroversial itu. Buruh menganggap isi RUU merugikan mereka dan menguntungkan pengusaha. Sebaliknya, pemerintah mengklaim isi RUU akan melindungi buruh dan UMKM. 

Pro dan kontra muncul. Di tengah suara penolakan terhadap pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain menegaskan sikapnya di barisan buruh.

Tengku kecewa, terlebih kesepakatan untuk membawa RUU untuk disahkan dalam rapat paripurna nanti, dilakukan pada malam hari. Dengan satire, dia mengatakan, "pemerintah negara mana yang suka main malam...? Monggo..." katanya.

Baca Juga: Desak Omnibus Law Batal, Koalisi Masyarakat Sipil Serukan Mosi Tak Percaya

"Mereka suka sekali melarang demo sampai malam. Demo dibatasi hanya boleh sampai jam 6 sore. Tapi justru mereka hobby sekali main malam... Apa apa malam, apa-apa malam... Hemm... Ada apa dengan malam...?" Tengku menambahkan.

Tengku merupakan satu dari banyak tokoh yang menilai hal itu tidak adil karena kesepakatan tersebut dinilai tidak mempedulikan suara buruh dan rakyat kecil yang sejak awal menolak isi RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

"RUU Cipta Kerja telah diketuk palu dan disetujui oleh Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, Nasdem, dan PAN. Hanya PKS dan Demokrat yang menolak RUU itu jadi UU. UU yang tidak transparan dan dibuat di tengah Covid. Isinya banyak tidak adil pada buruh dan rakyat. Pemilu 2024 singkirkan," katanya.

Kekhawatiran jika RUU tersebut nanti benar-benar disahkan DPR juga disampaikan oleh politikus Partai Demokrat Andi Arief.  

"Kawan-kawan, omnibus law ini kalau lolos akan berpotensi mengubah dasar dan kesepakatan serta nafas bernegara dalam hal ekonomi politik. Ekonomi akan jadi kapitalisme vulgar, politik akan kembali centralisasi, etatisme," katanya.

Baca Juga: Malam Ini Mau Disahkan, Politikus PKS Ajak Tolak RUU Omnibus Law Ciptaker

Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid menegaskan kenapa fraksinya menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, di antaranya karena tidak pro terhadap rakyat kecil. Dia mengutip ucapan salah satu anggota Fraksi PKS DPR. 

“RUU Omnibus Law Ciptaker harus ditolak, sebab RUU itu longgarkan aturan impor pangan ke RI yang akan rugikan rakyat Indonesia, warga negara maritim dan agraris yang subur makmur,” pernyataan tegas dari anggota Fraksi PKS DPR. Negara mestinya buat UU unt maju sejahterakan petani dan nelayan," katanya.

Sementara pegiat media sosial Denny Siregar menyindir sikap Fraksi PKS. "Ketika PKS menyatakan menolak UU Omnibus Law, di situ saya merasa bahwa UU itu sudah benar. Terimakasih, PKS. Kalian kompas yang sangat akurat," kata Denny.

Sedangkan analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim berharap kepada Presiden Joko Widodo untuk tetap mendorong DPR segera mengesahkan RUU tersebut.

"Buruh boleh saja mogok karena itu senjatanya. Partai oposisi di DPR atau kelompok oposan boleh saja menolak karena itu tugas mereka. Tapi jika Jokowi yakin RUU Cipta Kerja untuk kepentingan rakyat, Presiden harus terus mendorong RUU disahkan. Percuma punya koalisi besar jika tidak mampu menggolkan," kata Rustam Ibrahim.

Rustam Ibrahim juga berharap kepada Presiden Jokowi supaya jangan terpengaruh oleh tekanan publik.

"Presiden Jokowi jangan mau "terteror" ancaman mogok buruh dikomporin media. Jika Presiden yakin UU Cipta Kerja untuk kepentingan lebih besar, buruh mogok silakan saja. Demo silakan asal patuh protokol kesehatan. Tapi agenda ini harus digolkan karena diucapkan Presiden waktu pelantikan," kata Rustam Ibrahim.

Jika melihat kekuatan partai pendukung pemerintah, DPR dinilai mestinya dapat mengesahkan draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja pada sidang paripurna.

"Menurut saya percuma Presiden Jokowi punya koalisi besar di DPR jika tidak mampu menggolkan RUU Cipta Kerja. Ini adalah test case loyalitas partai kepada Presiden sebagai suatu koalisi di pemerintahan dan di parlemen," kata Rustam.

Menurut pengamatan Rustam Ibrahim yang disampaikan lewat media sosial, ada upaya-upaya sistematis dilakukan partai dan kelompok-kelompok oposisi lainnya untuk membuat Presiden Jokowi gagal dalam melaksanakan agenda-agendanya.

Misalnya upaya pemindahan ke ibu kota baru dari Jakarta ke Kalimantan, pilkada, RUU Cipta Karya, penanganan pandemi atau ekonomi dan lain-lain.

"Akan tetapi, tergantung Presiden Jokowi sendiri apakah ingin dikenang sebagai tokoh gagal atau tokoh sukses melaksanakan agenda-agendanya dalam keadaan sesulit apapun. Karena menurut saya, koalisi politik Jokowi sangat besar. Belum lagi dukungan TNI dan Polri terlihat sangat kuat," katanya.

Rustam Ibrahim mengingatkan kembali Presiden Jokowi pernah berkata dalam periode kedua kepemimpinannya: "nothing to lose."

"Presiden benar. Tidak ada lagi yang perlu dipertaruhkan, kecuali kepentingan rakyat dan keyakinan sendiri sebagai Presiden," kata Rustam Ibrahim.

"Akan tetapi, tergantung Presiden Jokowi sendiri apakah ingin dikenang sebagai tokoh gagal atau tokoh sukses melaksanakan agenda-agendanya dalam keadaan sesulit apapun. Karena menurut saya, koalisi politik Jokowi sangat besar. Belum lagi dukungan TNI dan Polri terlihat sangat kuat," katanya.

Rustam Ibrahim mengingatkan kembali Presiden Jokowi pernah berkata dalam periode kedua kepemimpinannya: "nothing to lose."

"Presiden benar. Tidak ada lagi yang perlu dipertaruhkan, kecuali kepentingan rakyat dan keyakinan sendiri sebagai Presiden," kata Rustam Ibrahim.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI