Suara.com - Rapat Panitia Kerja DPR dan pemerintah yang berlangsung pada Sabtu (3/10/2020), malam, menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU. Keputusan itu didukung tujuh fraksi (pendukung pemerintah). Hanya dua fraksi, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera, yang menolak.
Kabar terbaru yang beredar di kalangan media, rapat paripurna yang semula dijadwalkan pada Kamis (8/10/2020), dimajukan hari ini, seiring dengan rencana buruh mogok secara nasional selama tiga hari, mulai hari ini, untuk menolak rencana pengesahan RUU kontroversial itu. Buruh menganggap isi RUU merugikan mereka dan menguntungkan pengusaha. Sebaliknya, pemerintah mengklaim isi RUU akan melindungi buruh dan UMKM.
Pro dan kontra muncul. Di tengah suara penolakan terhadap pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain menegaskan sikapnya di barisan buruh.
Tengku kecewa, terlebih kesepakatan untuk membawa RUU untuk disahkan dalam rapat paripurna nanti, dilakukan pada malam hari. Dengan satire, dia mengatakan, "pemerintah negara mana yang suka main malam...? Monggo..." katanya.
"Mereka suka sekali melarang demo sampai malam. Demo dibatasi hanya boleh sampai jam 6 sore. Tapi justru mereka hobby sekali main malam... Apa apa malam, apa-apa malam... Hemm... Ada apa dengan malam...?" Tengku menambahkan.
Tengku merupakan satu dari banyak tokoh yang menilai hal itu tidak adil karena kesepakatan tersebut dinilai tidak mempedulikan suara buruh dan rakyat kecil yang sejak awal menolak isi RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
"RUU Cipta Kerja telah diketuk palu dan disetujui oleh Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, Nasdem, dan PAN. Hanya PKS dan Demokrat yang menolak RUU itu jadi UU. UU yang tidak transparan dan dibuat di tengah Covid. Isinya banyak tidak adil pada buruh dan rakyat. Pemilu 2024 singkirkan," katanya.
Kekhawatiran jika RUU tersebut nanti benar-benar disahkan DPR juga disampaikan oleh politikus Partai Demokrat Andi Arief.
"Kawan-kawan, omnibus law ini kalau lolos akan berpotensi mengubah dasar dan kesepakatan serta nafas bernegara dalam hal ekonomi politik. Ekonomi akan jadi kapitalisme vulgar, politik akan kembali centralisasi, etatisme," katanya.
Baca Juga: Desak Omnibus Law Batal, Koalisi Masyarakat Sipil Serukan Mosi Tak Percaya
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid menegaskan kenapa fraksinya menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, di antaranya karena tidak pro terhadap rakyat kecil. Dia mengutip ucapan salah satu anggota Fraksi PKS DPR.