Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai agenda Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 menjadi puncak politik kekerasan. Pesta demokrasi tersebut menambah panjang catatan kelam kekerasan yang dialami masyarakat pada tahun lalu.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, sepanjang 2019, momen pilpres telah menjadi kenangan kelam. Tercatat pada 21 dan 22 Mei 2019 demonstrasi berujung kerusuhan terjadi semalam suntuk di Jakarta.
Demonstrasi itu diadakan untuk menolak hasil penghitungan suara.
"Peristiwa ini musti menjadi peringatan serius bagi seluruh elemen bangsa pertama dan pengambil kebijakan negara agar tidak membiarkannya terulang kembali sehingga kita bisa ini ke arah yang lebih maju ke depan," kata Taufan dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Komnas HAM Tahun 2019 secara virtual, Senin (5/10/2020).
Baca Juga: Giring Maju di Pilpres 2024, Ernest Prakasa : Gimmick yang Kebablasan
Demonstrasi yang berujung pada kerusuhan itu juga menyebabkan korban jiwa. Dalam catatan Komnas HAM, setidaknya ada 10 orang meninggal dunia.
Sembilan di antaranya meninggal akibat peluru tajam. Selain itu, ratusan orang menderita luka-luka dan fasilitas publik rusak parah.
"Baik pendemo, jurnalis, tim medis. aparat kepolisian, bahkan warga biasa. Juga terjadi kerusakan yang parah atas infrastruktur publik, kendaraan umum dan pribadi serta harta benda lainnya," ujarnya.
"Komnas HAM terus mendesak supaya aktor peristiwa tersebut ditemukan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," tambah Taufan.
Politik kekerasan kembali terjadi pada saat adanya aksi mahasiswa menolak perubahan peraturan perundang-undangan (Perppu) khususnya untuk Undang-undang KPK. Aksi demonstrasi itu terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia pada 4 hingga 30 September 2019.
Baca Juga: Miris! Sepanjang 2020 Ada 4.116 Kasus Kekerasan Terhadap Anak
Demonstrasi tersebut juga berakhir dengan ricuh dan menimbulkan korban jiwa. Menurut Komnas HAM terdapat lima siswa meninggal dunia.
"Komnas HAM juga mendesak persitiwa itu diusut tuntas dan menemukan pelakunya hal ini penting untuk selalu ingat agar dan refleksikan tidak kembali terulang di bumi Pertiwi yang kita cintai," tutur Taufan.