Suara.com - Sabtu (3/10/2020) malam menjadi babak baru bagi perjuangan buruh dalam menolak Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja. Pasalnya, pada malam itu, Badan Legislasi DPR bersama pemerintah sepakat membawa omnibus law Cipta Kerja ke pembicaraan tingkat II.
Artinya, RUU Cipta Kerja hanya tinggal selangkah lagi untuk disahkan dalam rapat paripurna yang kemungkinan dilaksanakan pekan nanti sebelum para dewan melakoni masa reses.
Ada sebanyak tujuh dari sembilan fraksi yang setuju RUU Cipta Kerja dibawa ke paripurna untuk disahkan. Dua fraksi lainnya, PKS dan Partai Demokrat tegas menolak.
Mereka menolak dengan berbagai alasan, di antaranya RUU Cipta Kerja tidak bersifat urgen unthk dibahas saat pandemi hingga implikasi luas omnibus law bagi ketatanegaraan.
Baca Juga: Omnibus Law Melenggang ke Paripurna, Jutaan Buruh Bersiap Mogok Massal
Sebelum ditolak dua fraksi, masyarakat dan kalangan buruh jauh hari menolak RUU Cipta Kerja. Mereka bahkan menyuarakan penolakan tersebut langsung dengan aksi nyata di depan gedung parlemen.
Bukan cuma berunjuk rasa, belakangan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), KSPI AGN, dan 32 federasi lain sedang menyiapkan aksi besar-besaran serta mengancam mogok nasional dalam waktu dekat.
Dibawanya RUU Cipta Kerja di paripurna memantik semangat Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) untuk lebih keras menyuarakan penolakan.
Mengutip keterangan tertulis dari rencana konferensi mereka siang ini, GEBRAK memandang paripurna untuk pengesahan RUU Cipta Kerja bakal menjadi puncak perlawanan.
"Sidang IV DPR RI pada 8 Oktober 2020 akan menjadi puncak perlawanan terbesar rakyat dalam menjegal Omnibus Law. Dalam sidang paripurna ini, berdasarkan informasi dari berbagai sumber, Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan disahkan menjadi undang-undang yang berbahaya bagi rakyat," tulis GEBRAK dalam keterangan yang dikutip Suara.com, Minggu (4/10/2020).
Baca Juga: Siap-siap! 2 Juta Buruh Mogok Kerja Massal 6-8 Oktober 2020
GEBRAK menyatakan, krisis yang dihadapi rakyat akibat pandemi akan semakin dalam dan berlapis. Pasalnya, dampak yang akan dilahirkan dari omnibus law Cipta Kerja tidak kalah berbahaya dari krisis yang disebabkan Covid-19.
"Rezim upah murah, ancaman PHK massal, kondisi kerja yang tidak aman terutama bagi perempuan, lemahnya perlindungan hukum, perampasan tanah dan konflik agraria, penghancuran ruang hidup, dan berbagai bentuk pemiskinan lainnya akan semakin menjangkiti kehidupan rakyat ke depan," kata GEBRAK.
Sementara itu Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan KSPI dan konfedarasi lainnya akan melakukan mogok nasional atas rencana DPR untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja. Sebelumnya mereka telah menyampaikan penolakan terhadap 10 isu di RUU Cipta Kerja.
Termutakhir, ujar Iqbal, disepakati 'katanya' tiga isu yaitu PHK, sanksi pidana bagi pengusaha dan TKA dikembalikan sesuai dengan isi UU 13/2003. Meski begitu, kata Iqbal, terkait tiga isu tersebut perlu diperiksa kembali kalimat yang dituangkan ke dalam pasal RUU Cipta Kerja, apakah merugikan buruh atau tidak.
Adapun, tujuh isu lainnya masih berlanjut. Ketujuh isu tersebut adalah berkaitan, UMK dan UMSK, pesangon, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, waktu kerja, cuti dan hak upah atas cuti, serta jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak outsourcing.
“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” kata Said Iqbal dalan keterangannya kepada Suara.com.