Suara.com - Indonesia Corruption Watch atau ICW meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengawasi persidangan di tingkat peninjauan kembali/PK atas makin maraknya vonis koruptor yang dikorting akhir-akhir ini.
"KPK harus mengawasi persidangan-persidangan PK pada masa mendatang," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keteranganny, Kamis (1/10/2020).
Selain itu, ICW juga meminta Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi. Selanjutnya, Komisi Yudisial juga diminta untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi.
Untuk diketahui, total terdapat 23 terpidana korupsi yang mendapatkan pengurangan hukuman setelah mengajukan PK, yang terakhir adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Baca Juga: Korting Hukuman 22 Koruptor, Ini Dalih MA Belum Beri Salinan Putusan ke KPK
"Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, di antaranya Anas Urbaningrum sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi," ujar Kurnia.
Sejak awal, lanjut dia, ICW memang sudah meragukan keberpihakan MA dalam pemberantasan korupsi.
"Kesimpulan itu bukan tanpa dasar, tren vonis ICW pada tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?" katanya.
Menurut dia, setidaknya ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut. (Antara)
Baca Juga: Kasus Korupsi RTH, KPK Kembali Panggil PNS Kota Bandung