Suara.com - Mahkamah Agung (MA) angkat bicara terkait salinan putusan terhadap terpidana koruptor yang mendapatkan potongan hukuman belum diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah memberikan penjelasan terkait belum memberikan salinan putusan Peninjauan Kembali atau PK itu.
"Mahkamah Agung menyadari bahwa masyarakat menghendaki putusan itu cepat. Harapan tersebut patut dihormati dan dihargai. Mahkamah Agung tetap berusaha memenuhi harapan masyarakat agar putusan itu cepat dan cermat," kata Abdullah dihubungi, Kamis (1/10/2020).
Abdullah mengaku, proses pemberkasan putusan atau minutasi tidak seperti karya tulis ilmiah yang dapat dimaklumi bila ada salah ketik. Maka menurutnya, penulisannya harus sangat teliti.
"Proses minutasi membutuhkan ketepatan, ketelitian, kehati-hatian. Koreksi redaksi putusan membutuhkan kejelian yang luar biasa. Proses koreksi majelis hakim pemeriksa perkara membutuhkan waktu yang cukup dan suasana yang tenang," ucap Abdullah.
Abdullah menyebut, ada sebanyak 22.000 perkara yang ditangani MA hingga akhir tahun ini.
"Jumlah tersebut bukan jumlah yang sedikit, tetapi sudah melewati batas normal beban kerja," kata dia.
Alasan lain salinan putusan belum rampung karena kondisi pandemi Covid-19. Menurutnya, pemberlakuan PSBB di Jakarta sangat berpengaruh pada proses minutasi putusan.
"Tentunya semua masyarakat memahami bahwa dampak Covid-19 sangat berbahaya, sehingga protokol kesehatan harus dilaksanakan demi keselamatan dan kesehatan," ucap Abdullah.
Baca Juga: Kasus Korupsi RTH, KPK Kembali Panggil PNS Kota Bandung
Meski begitu, Abdullah mengaku MA akan tetap memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.