Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Mahkamah Agung (MA) telah meruntuhkan rasa keadilan bagi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. MA disorot karena dinilai masif memotong hukuman koruptor melalui putusan Peninjauan Kembali (PK).
Terkini, eks Ketua Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang menjadi terpidana kasus korupsi Hambalang termasuk salah satu koruptor yang mendapatkan diskon hukuman dari hasil putusan PK di MA. Sebelumnya, dalam tingkat kasasi, Anas mendapatkan hukuman 14 tahun penjara.
"Putusan demi putusan PK (Peninjauan Kembali) yang dijatuhkan Mahkamah Agung, diantaranya Anas Urbaningrum, sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dikonfirmasi, Kamis (1/10/2020).
Apalagi, kata Kurnia, bahwa ICW memang sudah meragukan keberpihakan Mahkamah Agung (MA) dalam pemberantasan korupsi.
Berdasarkan data ICW, dari tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara," ucap Kurnia
"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor ?," kata Kurnia
Setidaknya, kata Kurnia, ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK. Pertama, pemberian efek jera akan semakin menjauh. Kedua, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK akan menjadi sia-sia .
Adapun tuntutan ICW, pertama Ketua Mahkamah Agung mengevaluasi penempatan Hakim-Hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi.
"Kedua, KPK harus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang.
Baca Juga: MA Disorot Soal 'Diskon' Hukuman Koruptor, Ini Kata DPR
"Ketiga, Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi," imbuh Kurnia.