"Mengandung hate speech, hoaks dan lain-lain. Ketika kami melihat itu, waktu itu berpendapat konten ini sangat berbahaya, nanti akan jadi liar. Terlihat 1 sampai 2 hari jadi gaduh, kalau dibiarkan bisa jadi pergolakan besar," sambung dia.
Kepada jaksa, Aulia menjelaskan jika ucapan Ruslan yang saat berbicara mengklaim diri sebagai warga negara Indonesia adalah konten yang berbahaya. Untuk itu, dia merasa dirugikan atas isi surat terbuka tersebut.
"Adanya klaim tulisan ini mewakili warga negara. Iya, (merasa) dirugikan," beber Aulia.
Sidang perdana atas terdakwa Ruslan Buton digelar setelah sebelumnya tim penyidik Bareskrim Polri melimpahkan terdakwa Ruslan Buton beserta barang bukti kepada pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (3/8/2020). Sidang perkara Nomor 845/Pid.Sus/2020/PN JKT SEL tersebut akan dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Dedy Hermawan.
Dalam hal ini, pecatan TNI tersebut mengajukan praperadilan hingga dua jilid. Dua kali mengajukan, permohonan Ruslan Buton ditolak oleh majelis hakim.
Ruslan Buton ditangkap oleh tim Bareskrim Polri bersama Polda Metro Sultra dan Polres Buton di jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea Desa Wabula 1, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Kamis (28/5).
Polisi menyita barang bukti yakni satu ponsel pintar dan sebuah KTP milik Ruslan.
Bareskrim Polri menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait surat terbuka yang meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI.
Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasar 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.
Baca Juga: Istri Meninggal di Bandung, Ruslan Buton Diizinkan Keluar Bui 4 Hari