Komnas HAM Ungkap Dugaan Intimidasi di Sengketa Lahan Sirkuit Mandalika

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 01 Oktober 2020 | 07:37 WIB
Komnas HAM Ungkap Dugaan Intimidasi di Sengketa Lahan Sirkuit Mandalika
Sirkuit MotoGP Mandalika (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan fakta sementara adanya dugaan intimidasi yang dilakukan oleh oknum aparat terhadap para pemilik lahan dan adanya lahan yang belum dibayar oleh PT Indonesia Development Corporation (ITDC), namun sudah dilakukan penggusuran.

"Bentuk intimidasi itu, warga melapor, tidak lama kemudian didatangi aparat setiap saat, dan meminta pemilik melepaskan lahannya. Begitu halnya saat aparat menerjunkan personel saat penggusuran sehingga terkesan berlebihan, hal ini jangan sampai melanggar hak asasi manusia," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara kepada wartawan di Mataram, Rabu (30/9/2020).

Ia menyatakan, Komnas HAM telah melakukan investigasi terhadap sengketa lahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dilakukan, sejak tanggal 28 September 2020. Tim investigasi ini turun karena adanya aduan dari masyarakat yang mengklaim atau merasa memiliki hak atas sejumlah lahan tempat di bangunnya lokasi sirkuit MotoGP Mandalika itu pada bulan Agustus 2020.

"Pengadu pertama sembilan orang untuk 10 bidang lahan. Kemudian bertambah 14 pengadu dengan jumlah 15 bidang. Sehingga, setelah kita kalkulasikan total luas lahan yang masih bersengketa seluas 18 hektare," ujarnya seperti dilansir Antara.

Menurut Beka Ulung Hapsara, sesuai kewenangan yang diatur dalam UU, dan mekanisme Komnas HAM meminta keterangan ITDC terkait pokok persoalan. Langkah lain, bersurat dan langsung direspons, bahwa ITDC punya bukti yang sah sehingga melanjutkan pembangunan. Hal ini membuat Komnas HAM turun ke lapangan bertemu pemilik untuk menyandingkan versi yang diklaim ITDC.

Pengakuan ITDC mempunyai bukti kuat saat peralihan ke HPL tahun 80-an. Bukti peralihan itu yang diminta Komnas HAM dan akan disandingkan dengan data temuan Komnas HAM, karena Komnas HAM menemukan ada bukti yang kuat dan ada yang perlu di verifikasi, sehingga bisa dipastikan, warga itu hanya klaim semata.

"Kami sudah bertemu ibu Suhartini, Masrup dan Gemala Suhardi. Dari data sementara, lahan yang ada itu sah milik pak Gemala karena ada kekuatan hukum. Begitu juga dengan ibu Suhartini, sampai saat ini belum pernah terima pembayaran dari ITDC, kemungkinan yang terima adalah penggarap lahan. Temuan dari pak Masrup juga sampaikan belum ada status karena pegang bukti kepemilikan, 1 lahan sudah diratakan, 1 lagi masih ditempati di dalamnya ada 3 rumah dan belum tahu seperti apa rencana ITDC," jelasnya.

Beka mengaku, setelah turun ke lapangan tim Komnas HAM langsung bertemu Gubernur, Kapolda dan Kejati. Dirinya sampaikan pokok aduan dan sikap warga yang mengklaim. Dimana, warga tidak menolak pembangunan sirkuit MotoGP itu, hanya ingin haknya dipenuhi, dan bebas dari intimidasi.

"Hasil pertemuan itu, Gubernur, Kapolda dan Kejati punya komitmen dan bersepakat mendudukkan dokumen yang ada dan akan disandingkan bersama seperti apa riwayat lahan, kemudian proses peralihan hak sehingga terbit HPL sampai bukti lain misal pipil Garuda dan SPPT. Terhadap persoalan lahan yang sudah selesai, Komnas HAM tidak ikut campur," tegas Beka.

Baca Juga: Komnas HAM Masih Belum Tindak Lanjuti Hasil Putusan IPT 65

Beka juga menyampaikan Komitmen kedua dari Gubernur, Polda dan Kejati bahwa segera selesaikan sengketa lahan itu. Bahkan akan siapkan data sesuai yang dibutuhkan oleh Komnas HAM.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI