Suara.com - Menteri Riset Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi dan Nasional, Bambang Brodjonegoro mengatakan, New Yogyakarta International Airport atau NYIA di Kulon Progo sudah siap menghadapi potensi ancaman gempa bumi megathrust dan tsunami dahsyat yang dilaporkan ilmuwan Institut Teknologi Bandung.
Bambang mengklaim bandara yang dibangun sejak Oktober 2018 itu sudah diukur sesuai mitigasi bencana yang maksimal, meski berada tak jauh dari bibir pantai Selatan Jawa dan dibangun dengan desain yang tahan terhadap gempa besar sekalipun.
"Bandara Kulon Progo, bandara baru di Jogja yang menurut penjelasan angkasa pura itu sudah didesain, pertama untuk gempa kalau tidak salah dengan kekuatan yang sangat tinggi, di atas 7 kalau tidak salah, jadi desainnya cukup kuat untuk gempa skala besar," kata Bambang dalam jumpa pers virtual, Rabu (30/9/2020).
Selain itu, Bambang mengklaim bandara tersebut juga sudah siap menghadapi ancaman tsunami yang bisa terjadi kapanpun di Selatan pulau Jawa.
Baca Juga: Heboh Potensi Tsunami di Selatan Pulau Jawa, Ini Kata Peneliti Unsoed
"Sudah didesain pula kalau ada tsunami sudah ada cara mitigasi terhadap risiko tsunami itu sendiri di Bandara Kulon Progo," ujarnya.
Kemenristek/BRIN sendiri, kata Bambang telah menyiapkan berbagai mitigasi mulai dari penyediaan alat INA-TEWS atau Indonesian Tsunami Early Warning System. Sistem yang pertama adalah Buoy Tsunami yang berfungsi untuk mendeteksi ada atau tidaknya gelombang tsunami melalui Ocean Bottom Unit atau OBU yang diletakkan di dasar laut.
Sistem kedua menggunakan sistem kabel laut dari OBU yang ditempatkan di laut dalam, akan dihubungkan ke tower atau mercusuar di pantai dengan menggunakan kabel, dan diteruskan ke stasiun RDS di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi/BPPT.
Sebelumnya, sebuah laporan penelitian ilmiah berjudul "Implications for megathrust earthquakes and tsunamis from seismic gaps south of Java Indonesia" yang diterbitkan pada 17 September 2020 menyebut akan terjadi gempa megathrust lebih dari 9,0 magnitudo disusul tsunami setinggi 20 meter di selatan pulau Jawa.
Gempa bumi megathrust memiliki dorongan besar dan terjadi pada zona subduksi di batas lempeng konvergen destruktif, di mana satu lempeng tektonik tertekan di bawah lempeng yang lain.
Baca Juga: Dibuka Lagi, Bandara YIA Layani Rute Penerbangan Internasional ke Singapura
Hasil relokasi gempa yang dilakukan peneliti menunjukkan zona memanjang yang jelas, terletak di antara Pantai Jawa dan Palung Jawa yang tidak memiliki frekuensi gempa dan diidentifikasikan sebagai celah seismik.
Sementara skenario terburuk ada dua segmen megathrust yang mencakup Jawa, pecah secara bersamaan dan menunjukkan bahwa ketinggian tsunami dapat mencapai lebih dari 20 meter.
Meski begitu, belum ada teknologi atau metode untuk memprediksi kapan gempa atau tsunami akan terjadi, hasil penelitian ini ditujukan untuk penguatan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang ada, terutama di Pulau Jawa yang menjadi wilayah terpadat di Indonesia.