Suara.com - Alpiah Makasebape, warga Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, yang saat ini berusia 84 tahun merupakan saksi sejarah pemberontakan G-30-S/PKI di rumah keluarga Nasution-Gondokusumo.
"Saya menyaksikan langsung penyerangan terhadap keluarga Jenderal A H. Nasution yang mengakibatkan Ade Irma Suryani Nasution tertembak," kata Alpiah Makasebape di Tahuna, Rabu (30/9/2020).
Perempuan yang lahir di Kampung Hesang Tamako, 25 Desember 1936 mengaku saat tragedi itu masih menjadi perawat keluarga Jenderal A H Nasution. Alpiah bekerja di rumah keluarga Nasution selama tujuh tahun sejak 1960 hingga 1967.
"Saya bekerja di rumah keluarga Nasution-Gondokusumo selama 7 tahun sebagai perawat. Mereka sangat baik dan sayang kepada saya," kata Alpiah Makasebape.
Istri dari Bernar Mudingkase asal Bungalawang kecamatan Tabukan Tengah tersebut menceritakan tragedi penyerangan 30 September 1965 kepada Jenderal A H. Nasution.
"Ketika Ade Irma Nasution tertembak dan akan dibawa ke rumah sakit, dia masih dalam kondisi hidup. Saya bersama Ibu dan dua orang lainnya yang membawa ke rumah sakit," katanya mengisahkan.
Saat kejadian, kata Alpiah, Kapten Pierre keluar dengan kaos abu-abu dan celana tentara menemui orang-orang yang jahat itu, lalu mereka menanyakan di mana Nasution.
"Orang jahat itu bertanya kepada Pierre, 'Di mana Nasution?' Namun, Pierre menjawab bahwa dialah Nasutian, lalu mereka membawanya. Pada saat iru, Bapak Nasution disuruh lari dan bersembunyi. Namun, Bapak tertembak kakinya," tutur Alpiah.
Saat ini, Alpiah Makasebape masih menyimpan beberapa dokumen serta barang pribadi milik keluarga Nasution-Gondokusumo sebagai kenang-kenangan.
"Saya masih menyimpan foto keluarga Jenderal Nasution serta foto dirinya saat menggendong Ade Irma Suryani Nasution yang saat itu baru berusia 3 bulan sebagai kenang-kenangan karena sudah mengabdi di keluarga Nasution-Gondokusumo sejak 1960 sampai dengan 1967," kata Alpiah. (Antara)