Suara.com - Nama presenter sekaligus jurnalis senior, Najwa Shihab menghiasi lini media massa maupun media sosial beberapa hari terakhir.
Putri dari mantan Menteri Agama Ri sekaligus cendikiawan muslim Muhammad Quraish Shihab itu jadi perbincangan warganet setelah melakukan wawancara kursi kosong.
Wawancara yang dimaksudkan untuk mengritik minimnya peran Menteri Kesehatan Ri, Terawan Agus Putranto itu disiarkan program Mata Najwa di salah satu media televisi nasional.
Dalam acara tersebut, Najwa seakan-akan berbicara dengan Menkes Terawan saat memwawancarai kursi yang sejatinya kosong.
Baca Juga: Kontroversi Terawan dari Candaan Covid-19 hingga Absen di Depan Media
Hal itu dianggap sebagai kritik terhadap sang pejabat kesehatan yang dinilai absen dalam penanganan pandemi virus Corona di Indonesia.
Aksi Najwa lantas mendapat banyak pujian karena menghadirkan kritik jurnalisme dengan cara yang dinilai elegan.
Namun, wawancara kursi kosong yang dilakukan Najwa nyatanya bukanlah hal baru. Beberapa acara televisi, khususnya berita, di beberapa negara telah lebih dulu mempraktikannya.
Presenter Sky News, Kay Burley, pernah melakukan hal serupa ketika narasumber yang merupakan chairman dari partai konservatif Inggris membatalkan jadwal wawancara secara sepihak.
Hal itu tak membuat sang presenter kehabisan akal. Dia bermonolog sambil melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada bangku kosong yang harusnya diduduki sang narasumber.
Baca Juga: Terawan Ditanya Kesiapan Mundur dari Menkes dan 4 Berita Populer Lainnya
Kejadian serupa juga terjadi di salah satu program BBC tahun lalu. Presenter Andrew Neil pernah melakukan wawancara kursi kosong kepada Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson.
Apa yang dilakukan Neil mirip sekali dengan yang dipraktikan Najwa beberapa hari lalu. Dia menantang Boris Johnson untuk menunjukkan hidungnya di studio demi bisa diwawancara soal dinamika politik yang ada.
"Belum terlambat. Kami memiliki wawancara yang disiapkan. Siap oven, seperti yang sering dikatakan Tuan Johnson," kata Neil dalam nada monolog, dikutip dari BBC.
"Tidak ada presenter yang dapat memaksa seorang politisi untuk diwawancarai."
"(Tapi) wawancara para pemimpin telah menjadi bagian penting dari liputan pemilihan prime-time BBC selama beberapa dekade," tambahnya.