Suara.com - Menko Polhukam Mahfud MD angkat bicara, menanggapi kasus dibubarkannya deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Surabaya pada Senin (28/9/2020).
Mahfud MD mengatakan, pembubaran deklarasi KAMI oleh pihak kepolisian tersebut terjadi lantaran melanggar peraturan yang telah ditetapkan yakni berkumpul secara massal di tengah pandemi covid-19 tanpa mengantongi izin.
"Karena itu melanggar hukum. Di era pandemi ini kita mengeluarkan aturan dilarang kumpul-kumpul tanpa izin," ungkap Mahfud dalam acara Indonesia Lawyers Club TVOne, Selasa (29/9/2020).
"Kalau dapat izin pun kumpul jumlahnya sekian orang. Oleh sebab itu, bukan karena KAMI-nya yang dilarang. Di tempat lain juga sama, bahkan orangnya sampai ditangkap," sambungnya.
Baca Juga: Pagi Ini Gatot, Din dan yang Suka Teriak PKI Pasang Bendera Setengah Tiang?
Dalam kesempatan tersebut, Mahfud MD mengatakan bahwa KAMI sebenarnya baik dan memiliki ide-ide bagus. Mahfud mengaitkannya dengan kelompok yang menentang KAMI saat deklarasi di Surabaya.
"Apa yang dikatakan KAMI benar juga. Musuhnya benar juga. Dari perspektif yang berbeda," ujar Mahfud.
"Pemerintah gak pernah ikut ngomong soal KAMI. Gak penting untuk ngomong itu. Biar rakyat yang saling debat sendiri, jadi rakyat yang lain tahu mana yang benar mana yang salah menurut pemahamannya sendiri " sambungnya.
Lebih lanjut lagi, Menko Polhukam tersebut juga menyinggung soal suara-suara yang didengarnyaa. Pasalnya, tak sedikit orang yang menyebut bahwa pemerintah melanggar konstitusi lantaran melarang orang berkumpul dan mengemukakan pendapat.
Mahfud MD mengatakan aturan yang sedang ditekankan saat ini adalah yang berkaitan dengan persoalan pandemi.
Baca Juga: Fakta Seputar KAMI: Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia
"Pemerintah melanggar HAM karena menurut UU No. 9 Tahun 1998 tentang hak menyatakan pendapat, pertemuan-pertemuan itu tidak perlu izin. Memang aslinya tak perlu izin. Tetapi UU tentang karantina kesehatan, tentang wabah, penyakit menular, tentang bencana, dan hukum pidana sejumlah pasal itu dijadikan dasar untuk melakukan tindakan kepada orang yang membahayakan orang lain dalam keadaan darurat kesehatan," jelasnya.
Mahfud MD menegaskan ulang bahwa selama pandemi covid-19 ini, berkerumun dalam kelompok besar memang dilarang. Jadi masalahnya bukan pada pertemuan yang harus menyertakan izin, tapi lebih kepada berlakunya hukum terkait dengan pandemi.
Sebab, hukum atau aturan soal pandemi dibuat guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Aturan tersebut ditetapkan agar penyebaran virus covid-19 tidak semakin meluas.
"Dasarnya untuk khusus kumpul-kumpul dilarang sampai selesai bencana non alama yang bernama covid ini. Bukan pertemuan menyampaikan perlu izin, tapi pandemi ini berlaku hukum yg kepandemian itu, sekarang dan berlakunya sudah lama," tegasnya.
Pernyataan Mahfud MD tersebut direspons oleh Sekretaris Komite Kerja KAMI, Syahganda yang juga turut hadir dalam acara tersebut.
Syahganda mengatakan bahwa selama ini KAMI di beberapa tempat tidak ada masalah. Oleh sebab itu ia tak sepakat apabila ada yang mengatakan bahwa KAMI abai protokol kesehatan.
Menurutnya, selama ini KAMI juga sudah menyewa tempat yang memang paham soal aturan dan prosedur selama pandemi.
"KAMI ini di beberapa tempat, Jogja, Padang, gak ada masalah. Jadi jangan dianggap kita gak punya protokol. Kita sewa 2 minggu sebelum acara. Kita datang ke hotel atau tempat yang tahu prosedurnya," ungkapnya seperti disimak oleh suara.com.
Namun, Syahganda menyayangkan deklarasi KAMI di Surabaya kemarin sampai harus dibubarkan polisi.
Tidak hanya itu, Sekretaris Komite Kerja KAMI ini juga mengatakan bahwa ia mengendus bau-bau diskriminasi. Sebab, kejadian KAMI pada tanggal 18 Agustus 2020 di Gedung Juang Surabaya berjalan lancar tanpa masalah. Masalah baru muncul usai ada sosok Gatot Nurmantyo.
"Tanggal 18 Agustus teman-teman sudah kumpul disana menyatakan deklarasi. Jadi yang tgl 18 gak ada masalah. Jadi di Tempat-tempat yang ada Pak Gatot Nurmantyo kita melihat kok ada yang rencana persekusi, diskriminasi," tuturnya.
Soal pernyataan Syahganda, Mahfud MD mengatakan akan menyampaikan ke aparat. Namun, Menko Polhukan ini juga menyinggung soal Maklumat Polri yang baru keluar tanggal 21 September 2020
"Kalau ada kesan seperti itu saya sampaikan ke aparat agar tidak diskriminasi," kata Mahfud.
"Pemberlakuan hukum tidak bisa ditegakan sebelum tgl 21. Maklumat Kapolri Nomor 3 tanggal 21 September. Sesudah itu siapapun jangan pandang bulu karena rakyat minta pemerintah tegas" ujarnya.
Lihat video tayangan tersebut disini.