Suara.com - Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain kembali menghajar buzzer. Dengan satire, dia memplesetkan singkatan PBB menjadi Persatuan Buzzer-Buzzer.
"PBB, Persatuan Buzzer-Buzzer sudah berdiri bahkan sudah banyak membully tokoh NKRI, ulama dan mereka yang lantang mengkritik semua ketidakadilan yang ada," kata Tengku.
Melalui media sosial, Tengku menyayangkan Persatuan Buzzer-Buzzer sejauh ini belum punya sekretaris jenderal.
"Sayang sampai saat ini PBB ini belum punya seorang sekjen. Dengar-dengar ke depan sudah ada calon sekjennya, lho, hehe," kata Tengku.
Baca Juga: 14 BUMN Mau Dilebur, Makin Sempit Kursi Komisaris, Makin Banyak yang Teriak
Aktivitas akun Twitter yang disebut sebagai buzzer nampaknya sudah sampai pada taraf mengganggu Tengku. Mereka sering menyerang Tengku secara verbal. Sejumlah sebutan pernah disebutkan Tengku untuk mereka, misalnya "Buzzer IQ 200 Sekolam."
Sebelum-sebelumnya, karena menganggap mereka "Buzzer IQ 200 Sekolam" atau sering tidak tepat memahami substansi masalah, Tengku amat jarang menghadapi serbuan mereka. "Melayani buzzer menghabiskan usia," kata Tengku pada suatu hari.
Salah satu tokoh yang baru-baru ini disebut buzzer oleh Tengku adalah pegiat media sosial Denny Siregar detelah Denny menyebut Tengku "kebanyakan maenan ayam, ... mantan pemain organ tunggal" ketika mereka sedang perang kata yang dipicu oleh adanya penolakan terhadap penyelenggaraan acara deklarasi kelompok yang menamakan diri Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia di Kota Surabaya, Jawa Timur.
"Ente pernah jadi apa selain jadi buzzer? Pak Dien dan Jend. Gatot jauh lebih baik dari buzzers, bahkan dari mantan tukang kayu," kata Tengku.
Perbincangan tentang buzzer memuncak ketika pemerintah menggelontorkan dana puluhan miliar untuk menggunakan jasa influencer. Sebagian kalangan menyamakan buzzer dengan influencer.
Baca Juga: Tengku Vs Denny: Nuduh Main Ayam, Mantan Pemain Organ? Ente Tak Tahu Diri
Tapi Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian menegaskan pemerintah tidak pernah mengorganisir buzzer.
"Jika ada pengaduan buzzer-buzzer tertentu diproses secara adil dan transparan, gitu saja," ujar Donny, Jumat (4/9/2020).
Pemerintah, kata Donny, tak bisa menertibkan para buzzer di media sosial lantaran keberadaan buzzer bukan diorganisir pemerintah.
"Menertibkan itu kan berarti pemerintah mengorganisir, kalau saya organisir buzzer saya tertibkan. Tapi kalau mereka bekerja sendiri kan kita tidak bisa apa-apa. Kecuali ada aduan, mereka merugikan, silakan mereka diproses," kata dia.
Donny menegaskan pemerintah tidak pernah menggunakan buzzer dalam membenarkan kebijakan pemerintah.
"Tidak pernah, buzzer kerja independen, inisiatif sendiri baik pribadi maupun kelompok untuk membenarkan kebijakan pemerintah, tapi pemerintah tidak pernah meminta itu," tutur Donny.
"Pemerintah bekerja, kemudian menyampaikan hasil pekerjaannya atau kebijakannya melalui jubir yang ada. Jika ada pihak-pihak yang menyerang, membela, itu sesuatu yang alamiah. Ada pihak yang membela, ya memang begitu dinamika media sosial. Jangankan pemerintah, pribadi pun ketika diserang ada yang membela kan," kata Donny.
Pemerintah menggunakan jasa influencer untuk sosialisasi kebijakan.
"Influencer tidak dipakai untuk meneruskan pesan ke buzzer. Influencer dipakai untuk menyampaikan kebijakan pemerintah yang memang benar, begitu. Misalnya pariwisata, membantu sosialisasikan destinasi wisata, itu kan positif-positif saja, influencer kan banyak follower, subscriber," ujarnya.
"Kalau menyampaikan hal positif kan tidak salah, tapi ketika memanipulasi fakta, fitnah, menyebarkan kebencian, itu tidak benar. Pemerintah tidak pernah menggunakan influencer untuk menyampaikan hal yang tidak benar," Donny menambahkan.
Lebih lanjut, Donny mengatakan masyarakat saat ini sudah cerdas membedakan mana buzzer mana yang bukan.
"Masyarakat saya kira cukup cerdas mana yang buzzer mana yang bukan. Banyak akademisi yang dukung kebijakan pemerintah, tapi tidak buzzer, karena mereka kompeten bicara soal ekonomi, soal politik, dan sebagainya. Jadii, pemerintah tidak pernah mengorganisir buzzer," kata dia.