Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada dua faktor yang menjadi penyebab menurunnya kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid V yang dikomandoi Firli Bahuri.
Catatan ICW itu nampak terlihat dari semester I tahun 2020 pada bidang penindakan. Dimana hanya enam kasus korupsi yang ditangani KPK.
Faktor yang membuat jebloknya prestasi KPK dibidang penindakan itu salah satunya adalah dengan adanya revisi UU KPK Nomor 19 tahun 2019. Kemudian setelah Ketua KPK Firli Bahuri dinyatakan melanggar etik oleh Dewas KPK.
"Ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat penindakan di KPK adalah terkait UU-nya yang birokratis. Kemudian kedua, sosok pimpinan yang diduga bermasalah," ungkap Peneliti ICW Wanna Alamsyah dalam diskusi daring, Selasa (29/9/2020).
Baca Juga: Usai Diperiksa, KPK Tahan Dua Tersangka Korupsi Proyek Jembatan di Kampar
Wanna menuturkan, berlakunya UU KPK Nomor 19 tahun 2019 membuat tim penindakan KPK bekerja cukup lama. Dimana, untuk melakukan penyadapan maupun penyitaan barang bukti harus seizin dewas KPK.
Apalagi, dalam kepemimpinan Firli saat ini, terus mengkumandangkan pencegahan korupsi. Namun, kata Wanna, hal itu harus seimbang dengan upaya penindakan.
"Narasi pencegahan tapi tidak mengoptimalkan upaya penindakan, sebaiknya itu perlu dipikirkan kembali," ucap Wanna.
Wanna pun membeberkan kinerja KPK era pimpinan sebelum Firli Bahuri. Dimana pada semester 1 tahun 2016 KPK saat itu dikomandoi Agus Rahardjo Cs, mencatatkan 18 kasus.
Selanjutnya, pada semester 1 tahun 2017 terdapat 21 kasus; semester I 2018 terdapat 30 kasus; semester 1 2019, ada 28 kasus.
Baca Juga: Mundur dari KPK, Febri Ungkap Ada Pegawai Lain Ingin Ikuti Langkahnya
Sedangkan, semester 1 tahun 2020, hanya enam kasus.
Wanna kemudian menilai kinerja KPK setelah terjadinya revisi UU KPK jauh dari harapan masyarakat.
"Secara kuantitatif seharusnya selama semester I, KPK dapat menangani 6 kasus dari 120 kasus yang menjadi target," tutup Wanna.