"Sejujurnya, ini bukan ide yang baru-baru amat. Di negara dengan tradisi demokrasi dan debat yang lebih panjang dan kuat, misalnya Inggris atau Amerika, menghadirkan bangku kosong yang mestinya diisi pejabat publik sudah biasa," Najwa menjelaskan.
Najwa juga memaparkan bahwa format wawancara tersebut bukan merupakan format wawancara imajiner.
"Pertanyaan, kan, tidak harus diajukan secara tatap muka. Bisa dilakukan secara jarak jauh dengan perantara macam-macam medium," kata Najwa.
Ia menyatakan keberadaan Terawan yang nyata dan hidup menjadi salah satu faktor mengapa format wawancara tersebut bukan jenis wawancara imajiner.
"Pertanyaan yang saya ajukan memang bukan imajiner dan saya juga tidak mengarang atau membuatkan jawaban2 fiktif seolah-olah saya sudah berdialog dengan Pak Terawan; Pak Terawan juga sosok yang eksis dan hidup, sehingga Pak Terawan bisa menjawabnya kapan saja, bahkan sejujurnya boleh menjawabnya di mana saja," tukas Najwa.