Suara.com - Tim kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte ogah menanggapi lebih jauh soal jawaban Bareskrim Polri yang menyebut kliennya menyetujui kesepakatan senilai Rp 7 miliar untuk menghapus red notice Djoko Tjandra. Justru dia meminta bukti untuk dihadirkan di hadapannya, yakni nilai uang yang disebutkan dalam persidangan.
"Jadi gini, kalau urusan duit itu, duitnya bawa sini deh. Saya tidak mau tanggapin. Kalau narasi, cerita, aduh saya tidak mau tanggapin. Duitnya mana? Itu saja," ungkap kuasa hukum Napoleon, Gunawan Raka seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/9/2020).
Dalam jawaban atas permohonan yang diajukan pemohon, tim hukum Bareskrim Polri mengatakan, Napoleon yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri menyetujui kesepakatan senilai Rp. 7 miliar untuk menghapus red notice Djoko Tjandra pada 13 April 2020.
Mereka melanjutkan, kesepakatan itu terjadi antara Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi -- yang juga berstatus tersangka gratifikasi dalam penghapusan red notice Djoko Tjandra. Fakta tersebut diketahui seusai kepolisian melakukan penyelidikan.
Baca Juga: Di Sidang, Mabes Polri Minta Hakim Tolak Gugatan Irjen Napoleon
Semula, dalam kesepakan itu, nilai uang yang ditawarkan adalah Rp. 3 miliar. Namun, angka tersebut batal sehingga kesepakatan bertemu di angka Rp. 7 miliar.
"Fakta perbuatan Pemohon adalah setelah adanya pertemuan kesepakatan tentang nilai sejumlah yang awalnya Rp 3 Miliar yang akhirnya nilai tersebut disepakati sebesar Rp. 7 miliar," jawab tim hukum Bareskrim Polri.
Mereka melanjutkan, uang senilai Rp. 7 miliar itu diberikan dalam pecahan Dollar Amerika dan Dollar Singapura secara bertahap. Selanjutnya, kubu Bareskrim Polri menyatakan jika pihaknya telah menyesuaikan sejumlah bukti yang berkualitas seperti kesaksian para saksi, serta bukti surat lainnya.
"Bukti CCTV jelas-jelas melihat uang tersebut diserahkan kepada pemohon. Penyerahan uang tersebut berimplikasi pada pengambilan keputusan yang lebih menguntungkan pemberi suap," lanjut mereka.
Dengan demikian, tim hukum Bareskrim Polri meminta hakim menolak seluruh dalih yang diajukan oleh Napoleon selaku pemohon. Tak hanya itu, termohon juga tidak menjawab satu per satu permohonan yang dibacakan pada sidang sebelumnya.
Baca Juga: Kelar Sidang Praperadilan, Irjen Napoleon: Bukan Saya yang Salah...
"Bahwa termohon menolak dengan tegas seluruh dalil permohonan praperadikan yang diajukan pemohon, kecuali yang benar-benar diakui secara tegas oleh termohon," jawab tim hukum Bareskrim Polri.
Gugatan praperadilan tersebut diajukan oleh Napoleon pada 2 September 2020. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya telah menjadwalkan sidang perdana pada Senin (21/7/2020) lalu.
Dalam perkara kasus dugaan gratifikasi terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra, sejauh ini penyidik Dittipikor Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka. Keempat tersangka adalah Irjen Napoleon Bonaparte, Kakorwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi.
Penyidik menetapkan Djoko Tjandra dan Tommy sebagai tersangka pemberi gratifikasi atau suap. Sedangkan, Napoleon dan Prastijo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Dalam pengungkapan kasus tersebut penyidik telah menyita sejumlah barang bukti. Beberapa barang bukti yang disita yakni uang senilai 20 ribu USD, surat-surat, handphone, laptop dan CCTV.
Adapun, penyidik sendiri berencana akan melimpahkan berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Agung RI dalam waktu dekat ini.
Setelah sebelumnya Kejaksaan Agung mengembalikan berkas perkara tersebut ke penyidik lantaran dinilai belum lengkap atau P19.