Suara.com - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Muchamad Nabil Haroen menilai pernyataan dokter Tirta Mandira Hudhi terkait adanya tunggangan politik dalam Pandemi Covid-19 antara Provinsi Jawa Timur dan Pemkot Surabaya tidak ada bukti.
Menurutnya, pandangan dokter Tirta tidak bisa dijadikan acuan atau pegangan.
"Terkait komentar dokter Tirta, itu tidak bisa jadi pegangan. Tidak ada bukti sahih terkait komentarnya, yang cenderung dan sering mem-framing terkait konspirasi politik," ujar Nabil kepada Suara.com, Senin (28/9/2020).
Nabil justru menyarankan kepada Tirta agar fokus dalam mengedukasi masyarakat dan membantu tenaga medis lainnya.
Baca Juga: Dokter Tirta Ungkap Pria Bernama Tito Bongkar Manipulasi Data COVID-19
"Sebagai dokter, seharusnya dia mendidik warga serta membantu sekuat tenaga untuk pelayanan kesehatan. Komentar yang tidak ada bukti validnya, tidak bisa menjadi referensi," ujar Nabil.
Di luar polemik dokter Tirta, Nabil mengatakan pandemi telah mengajarkan banyak hal kepada Indonesia, terutama bagaimana sistem kesehatan di tanah air. Nabil berujar memang perlu diakui bahwa sistem kesehatan di Indonesia harus dibenahi.
Mulai dari manajemen data yang terintegrasi, penguatan infrastruktur kesehatan, pengembangan sumber daya tenaga kesehatan, serta dukungan riset dan inovasi.
Ia berujar manajemen data kesehatan yang terintegrasi sangat penting, hingga mempermudah pengambilan keputusan, merancang program, dan mengeksekusi kebijakan.
"Maka, pandemi ini mengajarkan bahwa kita juga mengalami bencana data dan bencana komunikasi serta koordinasi antar lini di pemerintahan," ujarnya.
Baca Juga: Dokter Tirta Habis-habisan Kritik PSBB Total Anies, Sampai Curiga Politis
Sebelumnya, dokter Tirta Mandira Hudhi membeberkan bukti bahwa pandemi virus Corona (Covid-19) telah ditunggangi oleh kepentingan politik antara Pemprov Jawa Timur dan Pemkot Surabaya.
Tirta menyebut bukti ini didapatkannya dari staf humas Pemkot Surabaya bernama Tito Adam yang mengungkapkan bahwa Pemprov Jatim telah mengubah data terkait Covid-19 milik Pemkot Surabaya.
"Ayo Pemprov Jatim klarifikasi, ini data saya dapatkan dari saudara Tito Adam, staf humas Pemkot Surabaya, Bu Risma memilih untuk diam mengakhiri drama tersebut dan akhirnya menggunakan anggarannya sendiri untuk swab gratis," kata Tirta dalam instragram live-nya seperti dikutip Suara.com, Senin (28/9/2020).
Data yang dimaksud Tirta adalah data penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat Jawa Timur terkait penggunaan masker selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih rendah.
Penelitian itu disusun oleh Pemkot Surabaya bersama Persakmi dan Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Surabaya selama 19-23 Mei 2020 dengan subjek wilayah Jawa Timur.
"Lalu di bulan Juni datanya sama, tapi diubah (oleh Pemprov Jatim) tanggal lokasinya beda, terus diserahin ke pak Presiden, pak presiden marah ke bu Risma, ini awal mulanya Bu Risma dihujat, edan gak bro, pak Jokowi tu gak tau apa-apa loh, cuma dateng mau survei kenapa dikasih data seperti itu," jelasnya.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi saat survei ke Surabaya mengatakan 70 persen warga Surabaya tak menggunakan masker selama pandemi Covid-19 yang membuat Surabaya dicap sebagai zona hitam.
"Tadi disampaikan oleh Gugus Tugas bahwa masih 70 persen (warga) yang nggak pakai masker. Ini angka yang gede banget," kata Jokowi saat meninjau Posko Penanganan dan Penanggulangan Covid-19 di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jatim, Kamis (25/6/2020) lalu.