Suara.com - Wakil Sekretaris Jenderal MUI Tengku Zulkarnain menyindir pengamat sosial media Denny Siregar tentang deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Surabaya.
Tengku Zul mempertanyakan apakah Denny Siregr pernh belajar tentang demokrasi atau tidak. Pasalnya, Denny menulis cibiran pedas soal deklarasi KAMI di Surabaya yang dibubarkan aparat kepolisian.
"Denny ini belajar Demokrasi apa tidak? KAMI berhak berkumpul dan mengeluarkan pendapat, dijamin konstitusi. Kecuali penguasa memakai tangan besi mengerahkan gerakan yang memberangus demokrasi seperti Korea Utara," tulis Ustaz Tengku Zul melalui Twitter pada Senin (28/9/2020).
Lebih lanjut, ia tidak setuju jika KAMI disamakan dengan organisasi masyarakat yang telah dibubarkan pemerintah yaitu Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI.
Baca Juga: Penolakan Deklarasi KAMI di Surabaya
"Terus buat apa reformasi? KAMI = HTI? Cekak banget," komentar Tengku Zul.
Sebelumnya, Denny Siregar berkomentar soal acara deklarasi KAMI di Surabaya. Acara yang renccananya digelar di Gedung Juang 45 Surabaya pada Senin (28/9/2020) itu lantas dibubarkan pihak kepolisian.
Menyimak pembubaran itu, Denny menyebut bahwa tindakan yang diterima KAMI tersebut lebih ringan dibanding dengan aksi yang diterima HTI.
"Surabaya adalah salah satu kota benteng toleransi di Indonesia.. Jadi enggak usah coba-coba deh di bumi Surabaya. Masih untung dibubarkan. Dulu HTI mau jajal, malah bonyok di sana," tulis Denny.
Pembubaran deklarasi KAMI di Surabaya
Baca Juga: Doa Gatot ke Penolak KAMI; Selamat dan Bawa Uang Sekadarnya Buat Keluarga
Aparat kepolisian membubarkan kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI di beberapa tempat di Kota Surabaya, karena tak mengantongi izin keramaian, Senin (28/9/2020).
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan jika pihaknya membubarkan kegiatan yang berlangsung di beberapa tempat di Surabaya seperti di Gedung Juang 45, di Gedung Museum Nahdlatul Ulama dan di Gedung Jabal Noer.
"Karena kami tahu betul situasi saat ini kan Jatim masuk bagian perhatian secara nasional untuk pandemi Covid-19. Dalam penggeloraan kegiatannya, Jatim sedang menggelorakan kegiatan sosialisasi edukasi preventif sampai dengan operasi yustisi dengan penindakan dan penegakan hukum terkait kerumunan," ujarnya.
Trunoyudo melanjutkan pembubaran kegiatan KAMI di beberapa tempat di Surabaya mengacu kepada aturan Pemerintah nomor 60 tahun 2017 pada pasal 5 dan pasal 6 bahwa kegiatan harus ada izin yang dikeluarkan pihak berwenang. Dia menjelaskan, dalam aturan pasal 6 terkait kegiatan yang sifatnya lokal harus sudah dimintakan perizinan. Jika kegiatannya bersifat nasional, maka pada salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya.
"Kami ketahui dari beberapa yang dilihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu, tepatnya Hari Sabtu," tuturnya.
Selanjutnya, alasan dibubarkannya kegiatan KAMI di Surabaya, kata Trunoyudo adalah di masa pandemi keselamatan rakyat adalah yang paling utama. Kemudian perlu diketahui ada beberapa perubahan mendasar terkait dengan tempat pertemuan. Yang pertama di Gedung Juang, kemudian bergeser di gedung museum NU dan terakhir di gedung Jabal Noer.
"Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2017," kata dia.