Suara.com - Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte buka suara soal rekaman CCTV yang dijadikan barang bukti untuk menetapkan dirinya sebagai tersangka gratifikasi dalam penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Napoleon mengatakan rekaman CCTV yang dijadikan barang buktu itu tidak sesuai fakta.
Hal itu dia jawab seusai menjalani sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (28/9/2020). Napoleon menyebut rekaman CCTV itu diambil di lantai 1 Gedung TNCC Polri, bukan dari ruangannya.
"CCTV yang diajukan itu tidak ada. Itu di lantai 1, saya di lantai 11. TNCC itu 12 lantai, paling tidak ada disitu ada kurang lebih 30 jenderal, jadi kalau pemberitaan dibilang ketemu saya darimana," kata Napoleon.
Baca Juga: Ajukan Praperadilan Atas Kasusnya, Irjen Napoleon Ogah Disebut Gugat Polri
Jenderal bintang dua itu juga mengaku tidak tahu menahu mengenai uang senilai 20 ribu USD. Napoleon mengklaim, dirinya tidak pernah menerima uang atau pemberian dalam bentuk apapun.
"Dan 20 ribu USD itu saya enggak tahu itu dari siapa itu dan bilangnya saya yang terima uang. Darimana? tidak tahu," beber dia.
Sempat Emosi
Direktorat Tindak Pidana Korupsi atau Dit Tipikor Bareskrim Polri telah melaksanakan rekonstruksi kasus dugaan gratifikasi dan suap terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Rekonstruksi digelar di Kantor Divisi Hubungan Internasional Polri dan lobi utama Gedung TNCC Polri, Kamis (27/8/2020) lalu.
Baca Juga: Merasa 'Diintipi' saat di Toilet, 52 Guru Ngamuk Tuntut Sekolah
Saat itu, Napoleon sempat tersulut emosi. Kuasa hukumnya, Putri Maya Rumanti mengatakan, penyebab kliennya tersulut emosi lantaran ada ketidaksesuaian antara isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan kejadian yang sesungguhnya berdasar keterangan Napoleon.
Pasalnya, kata dia, saat pelaksanaan rekonstruksi penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Polri menurutnya lebih merujuk kepada keterangan tersangka Tommy Sumardi.
"Ada ketidaksesuaian antara BAP dengan fakta di lapangan karena kemarin itu kan rekonstruksinya merujuk lebih banyak kepada keterangan dari TS," kata Putri saat dikonfirmasi, Jumat (28/8/2020).
Adapun menurut Putri, salah satu keterangan Tommy Sumardi yang dianggapnya tidak sesuai dengan pengakuan Napoleon yakni terkait pemberian sejumlah uang.
Dia mengklaim bahwa Napoleon dan tersangka Brigjen Pol Prastijo Utomo tidak pernah menerima uang sebagaimana yang dinyatakan Tommy Sumardi.
"Yang aneh itu CCTV itu ada di lantai 1, sementara ruang kerja bapak Napoleon itu ada di lantai 11. Tapi seolah-olah diarahkan TS itu seperti bertemu dengan bapak. Jadi ada ketidakseseuaian yang mereka anggap itu tidak benar," ungkap Putri.
Empat Tersangka
Perkara kasus surat jalan palsu alias surat sakti yang diterbitkan oleh eks Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prastijo Utomo untuk Djoko Tjandra ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri.
Sejauh ini, penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka. Ketiganya, yakni Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Prasetijo.
Sedangkan perkara kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Polri. Dalam perkara tersebut penyidik telah menetapkan empat orang tersangka.
Keempat tersangka tersebut, yakni Djoko Tjandra, eks Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Prasetijo, dan Tommy Sumardi.
Penyidik menetapkan Djoko Tjandra dan Tommy sebagai tersangka pemberi gratifikasi atau suap. Sedangkan, Napoleon dan Prastijo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
"Ada barang bukti berupa uang 20 ribu USD, surat, HP, laptop, dan CCTV," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/8).