Suara.com - Di bulan September 2020 ini kembali ramai pembahasan isu kebangkitan PKI. Seperti tahun-tahun lampau, tuntutan supaya film Pengkhianatan G30S/PKI kembali diputar di lembaga-lembaga penyiaran publik, khususnya milik pemerintah, mengemuka. Salah satu alasannya, agar generasi sekarang tahu tentang sejarah kelam bangsa ini lewat film itu.
Analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim mengatakan tidak salah jika ada yang mau menonton maupun memutar kembali memutar film Pengkhianatan G30S/PKI. Yang keliru, kata Rustam, ketika ada yang memaksa-maksa supaya film diputar dan ditonton.
"Sebetulnya, yang mau nonton film G30S/PKI silakan. Jika ada stasiun televisi yang mau memutar film tersebut silakan. Tetapi jika ada yang memaksa agar film itu diputar, menunjukkan sikap otoriter, seperti rezim Orde Baru. Jika berkuasa bisa-bisa menjadi diktator," kata dia.
Melalui media sosial, Rustam berpendapat untuk menyoroti kalangan yang menuduh adanya kebangkitan PKI tanpa bukti. Jika hanya begitu, menurut dia, sama saja mereka menggunakan cara-cara yang dulu juga dipakai partai terlarang itu untuk menyerang lawan politik.
Baca Juga: Fadli Zon: Saya Menganjurkan Masyarakat Nonton Film G30S/PKI
"Sebetulnya, kalau mau jujur, yang suka menuduh-nuduh adanya (kebangkitan) PKI tanpa data bukti, sama juga cara-cara PKI. Yakni, tujuan menghalalkan cara - the ends justify the means. Dulu PKI suka menuduh lawan-lawan politiknya dengan kata-kata "antek-antek nekolim," "communist-phobia," "7 setan desa," dan lain-lain," kata Rustam.
Pendapat Rustam memancing diskusi, terutama pada bagian kalimat: the ends justify the means. Irman Abdurrahman menanggapinya dengan sebuah pertanyaan, "benarkah "the ends justify the means" identik dengan komunisme? Postulat tersebut justru lebih sering dinisbatkan kepada utilitarianisme, yang filsuf-filsuf malah lebih dekat dengan kapitalisme."
Trotsky, kata Irman, memang pernah menyinggung postulat tersebut. "Tapi lengkapnya begini: "the end may justify the means as long as there is something that justifies the end."
"Jadi, nilai etis dalam postulat tersebut bisa diterapkan oleh siapa pun. Saat membom atom Hiroshima dan Nagasaki, AS juga gunakan dalih seperti itu," katanya.
Menanggapi Irman, Rustam mencoba memberikan argumentasi pada pernyataannya tadi. "Saya tidak menyebut komunisme, saya menyebut PKI. Istilah-istilah yang saya tuliskan banyak sekali dilontarkan oleh PKI pada awal-awal 1960-an sebelum terjadi peristiwa G30S."
Baca Juga: Ferdinand: Cuma Orang Bodoh yang Lebih Takut Kebangkitan PKI Ketimbang HTI
Tetapi Irman tidak mau melebar. Dia menekankan yang menjadi konsen tanggapannya adalah pada bagian, "the ends justify the means." "Saya hanya berfokus pada "the ends justify the means," yang sering keliru diidentikkan dengan komunisme, bukan hanya PKI, dan bukan hanya di Indonesia, tapi sudah persepsi global. Istilah-istilah lain, saya sependapat itu dinyatakan PKI pada masanya."
Rustam kemudian menjelaskan: "the ends justify the means - mungkin suatu ajaran filsafat moral. Jika tujuan secara moral baik, apapun cara mencapainya bisa dilakukan."