Suara.com - Seorang penyintas COVID-19, dr Nurhidayati, yang merupakan tenaga kesehatan RSPI Prof Dr Sulianti Saroso mengaku menghadapi stigma warga di lingkungannya ketika dia menderita COVID-19.
"Untuk tetangga jauh, mereka benar-benar menjauh, 'mengucilkan' sampai tidak ada orang yang lewat depan rumah saya," kata Nurhidayati dalam seminar virtual "Penyintas COVID-19 Bicara" yang diadakan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Minggu (27/9/2020).
Nurhidayati terkonfirmasi positif COVID-19 dari hasil uji usap yang keluar pada 18 April 2020.
Gejala awal yang dia rasakan berupa meriang, hidung tersumbat, penciuman berkurang, lemas, pusing dan nyeri tenggorokan.
Baca Juga: Dua Pekan PSBB Jilid II, Pasien Corona DKI Tambah 1.186 Orang
Nurhidayati (30) bekerja sebagai dokter umum di instalasi gawat darurat di RSPI, dan ketika RSPI menjadi rumah sakit rujukan COVID-19 dia menjadi dokter ruangan isolasi yang menangani pasien COVID-19.
Pada saat diketahui informasi bahwa Nurhidayati menderita COVID-19, ada orang-orang sekitar yang takut lewat di depan rumahnya.
Ketika mengetahui bahwa orang-orang sekitar tidak berani lewat depan rumahnya, Nurhidayati menjelaskan dan meminta bantuan kepada ibu RT dan tetangga terdekat untuk mengedukasi warga sekitar dan membangun pemahaman yang benar tentang penularan COVID-19.
"Saya memberikan informasi via Whatspp dan telepon ke bu RT untuk memberikan penjelasan kalau sudah ada jarak, beda rumah, tidak akan tertular," tuturnya.
Dia mengatakan peran RT sangat penting untuk menenangkan orang-orang di sekitar untuk tidak panik dan mencegah terciptanya stigma terhadap penderita COVID-19.
Baca Juga: Doni Monardo: Manusia Pembawa Virus Lebih Berbahaya dari Covid-19
Nurhidayati yang tinggal di daerah Bekasi Barat mengaku hanya melakukan perjalanan dari kantor ke rumah dan sebaliknya sehingga kemungkinan dia tertular COVID-19 terjadi di lingkungan kerja. (Antara)