Suara.com - Rencana Selandia Baru melegalkan ganja membuat pecahnya koalasi politik, dengan partai yang berkuasa menjauhi masalah kontroversial menjelang pemilihan umum.
Menyadur Channel News Asia, Sabtu (26/9/2020) jika disahkan, Selandia Baru akan menjadi negara ketiga di dunia setelah Uruguay dan Kanada yang melegalkan penggunaan dan penjualan ganja bagi orang dewasa, dan yang pertama di Asia Pasifik.
Referendum akan diadakan bersamaan dengan pemilihan umum 17 Oktober di mana Perdana Menteri Jacinda Ardern berusaha untuk mengambil masa jabatan periode keduanya.
Jacinda Ardern adalah kandidat kuat yang digadang-gadang akan memenangkan pemilu, tetapi opini terbagi tajam pada referendum ganja tersebut.
Sebanyak 49,5 persen responden dalam survei Penelitian Horizon nasional awal bulan ini mengatakan mereka mendukung legalisasi ganja sementara 49,5 persen menentang, dan 1 persen sen tidak memberikan tanggapan.
"Ini adalah satu kesempatan yang kami dapatkan. Tidak ada pemungutan suara akan memperkuat sistem saat ini dan menakut-nakuti para politisi," kata Ross Bell, direktur eksekutif di New Zealand Drug Foundation, sebuah badan amal yang bekerja untuk mencegah bahaya alkohol dan narkoba.
Jacinda Ardern berulang kali menolak untuk menjelaskan apakah dia akan mendukung referendum tersebut, mengklaim dia tidak ingin memengaruhi keputusan tersebut.
Di bawah RUU yang diusulkan, penjual ganja yang mengantongi lisensi dapat menjual hingga 14 gram ganja per orang setiap hari, kepada pelanggan di atas usia 20 tahun.
Itu memungkinkan orang-orang untuk mengkonsumsi ganja di rumah pribadi atau tempat berlisensi dan menanam dua tanaman.
Baca Juga: Foto Bersama Tanpa Pakai Masker, Perdana Menteri Selandia Baru Minta Maaf
Jika dilegalkan, akan membuka pasar baru di Selandia Baru bagi industri ganja global senilai 100 miliar dolar atau sekitar