Suara.com - Brigadir Abdul Malik, terdakwa kasus penembakan yang menewaskan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) bernama Immawan Randi dan La Ode Yusuf kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (24/9/2020). Hanya saja, dia mengikuti persidangan secara virtual.
Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum atau JPU mengahadirkan saksi ahli, yakni Kepala Subbid Fisika dan Komputer Forensik Labfor Polda Sulawesi Selatan, Wiji Purnomo. Kepada majelis hakim, dia bercerita soal temuan proyektil peluru saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulawesi Tenggara.
Wiji menyebut, ada temuan tiga proyektil peluru saat itu. Peluru pertama ditemukan di betis seorang perempuan bernama Maulidiah. Sedangkan, dua peluru lagi ditemukan di gerobak martabak dan depan kampus.
"Pertama diambil dari kaki Ibu Maulidia. Lalu di depan kampus. Kemudian di gerobak martabak depan tempat fotokopi," kata Wiji.
Baca Juga: Sidang Penembakan Mahasiswa UHO, Saksi Beberkan Ada Darah di Tubuh Korban
Berkenaan dengan itu, Polda Sulawesi Selatan kemudian memeriksa temuan peluru tersebut dengan uji balistik. Kata Wiji, temuan peluru di betis Maulidiah berasal dari senjata api milik Abdul Malik.
"Kami simpulkan bahwa anak peluru itu ditembakkan dari senjata api jenis HS9 dengan nomor seri H26298 milik atas nama Abdul Malik (AM)," sambungnya.
Sidang Sebelumnya
Pada sidang yang dihelat pada Kamis (17/9/2020) pekan lalu, saksi bernama Arief Budiman yang bertugas di IGD Rumah Sakit Bhayangkara Kendari turut memberikan keterangan. Dia merupakan dokter yang menangani Maulidiah yang saat itu dibawa suaminya ke rumah sakit.
Kepada Arief, suami dari perempuan tersebut mengatakan jika istrinya mengalami luka pada betisnya. Setelah diperiksa, ternyata ada serpihan berbentuk peluru yang bersarang di betis perempuan bernama Maulidiah itu.
Baca Juga: Jaksa Nyatakan Berkas Tersangka Polisi Penembak Mahasiswa UHO Lengkap
"Seorang perempuan datang dibawa sama suaminya. Kemudian bilang ada serpihan di betis istrinya, kemudian 15 menit kami coba keliarkan serpihan itu, yang berbentuk peluru," ungkap Arief kepada majelis hakim secara virtual.
Arief menuturkan, dia bersama seorang perawat mencoba mengambil serpihan yang ada di betis Maulidiah. Alhasil, mereka menemukan satu butir peluru.
"Pertama di pake pinset di korek, tapi karena tidak bisa, kami perlebar sedikit lukanya. Saya temukan sebutir peluru utuh," terangnya.
Arief mengatakan, kondisi Maulidiah pada saat itu kesakitan dengan kaki terpincang. Dia hanya menemukan satu luka saja pada betis perempuan tersebut.
"Hanya satu luka saja. Kondiisinya kesakitan dan jalan terpincang," beber Arief.
Sebelumnya diberitakan, dua mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara meninggal tertembak peluru yang diduga berasal dari tembakan aparat kepolisian setempat.
Korban meninggal bernama Immawan Randi mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UHO dan La Ode Yusuf Badawi tewas akibat luka tembak dan pukulan di kepala.
Randi tewas tertembak saat bentrokan terjadi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Sulawesi Tenggara pada Kamis, 26 September 2019 lalu. Sementara Yusuf sempat kritis dan akhirnya meninggal, Jumat (27/9/2019) subuh.
Atas kejadian tersebut, Brigadir Abdul Malik resmi menyandang status tersangka seusai kedapatan membawa senjata api jenis HS saat bertugas. Sementara, hasil uji balistik selongsong peluru yang ditemukan sangat identik dengan senjata yang dibawa oleh Brigadir AM.
Atas perbuatannya, Abdul Malik didakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, subsidair Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, atau Pasal 360 ayat 2 KUHP. Dalam Pasal 338 KUHP, dia terancam hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun.