Suara.com - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo tertanggal 22 September 2020.
Surat yang terdiri dari empat halaman itu salah satunya disebarkan oleh mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu melalui akun Twitternya @msaid_didu.
"Surat terbuka KAMI kepada Bpk Presiden terkait ancaman PKI gaya baru," tulis Said Didu menerangkan foto surat yang diunggahnya, Kamis (24/09/2020).
Surat tersebut, ditandatangani oleh Presidium KAMI di antaranya Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab dan Din Syamsudin.
Baca Juga: Sindir Tokoh Bikin Ribut, Ini Reaksi Menteri Luhut saat Najwa Sebut KAMI
Pada bagian pertama surat terbuka itu, KAMI menjabarkan sejarah kelam yang pernah dilalui bangsa Indonesia yakni peristiwa Madiun 1948 serta peristiwa 30 September 1965.
Menurut KAMI, bulan September bulan yang penuh dengan trauma karena peristiwa pemberontakan PKI sehingga harus selalu diperingati.
Selain itu KAMI menuding bahwa anak cucu PKI sudah bangkit dan menelusup ke lingkaran legislatif maupun eksekutif.
"Hal demikian tidak lagi merupakan mitos atau fiksi, tapi sudah menjadi bukti," tulis keterangan surat tersebut.
KAMI bahkan dengan tegas meyakini bahwa anak cucu PKI saat ini sudah mulai terbuka akan identitasnya.
Baca Juga: Jokowi: Saya Minta Semua Kementerian Jangan Buat Program Sendiri-sendiri
"Saudara Presiden, sebagian dari anak cucu PKI itu sudah berani secara demonstratif meneriakkan kebanggaan menjadi anak PKI," sambung keterangan surat tersebut.
Oleh sebab trauma dan keyakinannya, KAMI mengutarakan beberapa tuntutan di antaranya:
Pertama, Presiden Joko Widodo dan pemerintahan yang dipimpinnya untuk bertindak serius terhadap gejala, gelagat dan fakta kebangkiran neo komunisme dan/atau PKI Gaya Baru yang sudah nyata dan tidak perlu lagi ditanya, di mana?
Kedua, Presiden Joko Widodo dengan kewenangannya sebagai Presiden meminta DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan tetang RUU Haluan Ideologi Pancasila dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, bahkan agar menarik RUU HIP dari Prolegnas dan tidak memproses RUU tentang BPIP.
Ketiga, Presiden Joko Widodo dengan kewenangan yang dimilikinya menyerukan lembaga-lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga penyiaran publik, khususnya TVRI, untuk menayangkan Film Pengkhianatan G 30S/PKI dan/atau film serupa agar rakyat Indonesia memahami noda hitam dalam sejarah kebangsaan Indonesia.
Begitu pula, agar pelajaran sejarah yang menjelaskan noda hitam tersebut diajarkan kepada segenap peserta didik, tidak dikurangi apalagi dihilangkan.
Ingat pesan Bung Karno, "Jasmerah, jangan sekali-kali lupakan sejarah."